Sudah 2 Tahun Lapor Polisi, Pelaku Penipuan di Muna Belum Tertangkap
Muna – Muhammad Barda Sanusi (54), warga Kelurahan Raha II, Kecamatan Katobu, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra), telah mengadukan kasus penipuan yang dialaminya ke polisi pada Januari 2022 lalu. Namun hingga kini, Polres Muna juga belum menangkap terduga pelaku berinisial WM (64).
“Tebal muka saya berbulan-bulan pulang balik di Polres Muna. Di mana keadilannya?” ujar Barda, Senin (11/3/2024).
Barda merupakan korban dugaan penipuan seorang wanita lanjut usia (lansia) berinisial WM, warga Kelurahan Sulaa, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, sekitar akhir tahun 2021 lalu. WM melancarkan aksinya dengan modus penggandaan uang. Barda pun mengaku tertipu hingga Rp84 juta.
Dalam kasus tersebut, keluarga Barda bahkan sempat berunjuk rasa di depan Polres Muna, Rabu (7/2/2024) lalu. Keluarganya menilai kasus itu terlalu berlarut-larut. Namun Kanit I Pidum Reskrim Polres Muna, Aipda Ishaq, mengaku pihaknya telah melakukan pencarian, namun belum menemukan WM.
“Terkait dengan upaya pencarian, telah dilakukan. Di rumahnya pun sudah kami lakukan pencarian,” kata Ishaq saat menemui keluarga korban usai berunjuk rasa di depan Polres Muna.
Di hadapan keluarga Barda, pihak Polres Muna berjanji segera melakukan gelar perkara untuk menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap WM. Namun sebelum itu, polisi meminta waktu untuk kembali melakukan upaya pencarian.
“Telah dilakukan pencarian kemudian tidak didapat, tentunya ada mekanisme lain, yaitu penerbitan DPO. Artinya berilah kami waktu untuk melakukan pencarian. Apabila dalam waktu dekat kami belum dapat, kami akan terbitkan DPO,” ungkapnya.
Tapi hingga Rabu (6/3/2024), polisi tak kunjung menerbitkan surat DPO. Hal itu dibenarkan Kaur Bin Operasional (KBO) Satreskrim Polres Muna, Ipda Amran. Dia mengaku surat DPO belum diterbitkan karena kepala unit yang menangani kasus tersebut masih berada di luar daerah.
“Belum, karena kanitnya masih di Kendari juga ini kasihan,” kata Amram, Rabu (6/3/2024).
Kronologi Penipuan dengan Modus Penggandaan Uang di Muna
Pelaku dan korban awalnya berkenan pada tahun 1999 sampai 2000. Barda mengenal WM saat sedang bekerja di Kota Baubau. Namun sejak 2004, keduanya tidak pernah lagi berkomunikasi.
“Sejak 2004 sudah tidak ada komunikasi lagi dengan kami,” kata Barda.
Pada 26 Mei 2021, tiba-tiba WM datang ke rumah Barda di Kelurahan Raha II. WM pun sempat menginap beberapa malam di rumah Barda. Barda menganggap WM seperti orang tuanya sendiri.
Ketika sedang berbincang, istri Barda mengutak-atik handphone WM. Istri Barda saat itu melihat video tumpukan uang kertas pecahan Rp100 ribu dan langsung menanyakannya kepada WM.
“Kami tanya, ‘uang apa ini?’ dia jawab ‘uangnya orang’,” kata Barda menirukan percakapannya saat itu dengan WM.
Barda mengaku terkejut. Dia lalu bertanya lagi soal kehalalan uang itu. WM pun menjawab bahwa uang itu halal karena didapat melalui proses yang benar.
“Dia bilang uang itu halal karena dizikirkan siang dan malam serta diberikan kepada fakir miskin serta disumbang ke masjid-masjid,” ujarnya.
Merasa tertarik dengan ucapan pelaku, korban pun berniat ikut ke dalam praktek dugaan penggandaan uang itu. Barda lalu bertanya kepada WM jumlah uang yang harus dimasukkan.
“Dia bilang minimal Rp5 juta dan keluarnya Rp50 juta. Jika Rp10 juta keluarnya Rp100 juta. Menurut dia ini, keluarnya dalam kurun waktu 70 hari,” jelasnya.
Korban pun akhirnya mencari pinjaman senilai Rp84 juta. Pinjaman itu berasal dari bank dan perorangan. Barda mengaku percaya kepada WM karena sudah mengenalnya sejak lama. WM pun dikenal orang baik-baik.
“WM ini orang baik-baik di mata kami,” ujarnya.
Uang pinjaman pun akhirnya dikirimkan ke nomor rekening atas nama WM. Uang tersebut dikirim sebanyak tiga kali. Pertama pada 8 Juni 2021 senilai Rp70 juta. Kedua pada 24 Juni 2021 senilai Rp7 juta. Ketiga pada 24 Juli 2021 senilai Rp7 juta.
“Dia meyakinkan kami. Kalau aksinya tidak benar, bisa langsung melapor ke polisi. Waktu saya kirimkan Rp70 juta, beberapa hari berselang, dia bilang uang saya sudah Rp450 juta,” ungkapnya.
Namun menurut WM uang itu tidak bisa diambil karena ada kendala. WM lalu meminta korban untuk mengirim uang lagi senilai Rp7 juta. Korban pun mengirimkan uang yang diminta.
“Dia bilang uangnya sudah mau keluar. Tapi dia minta lagi Rp10 juta untuk mempercepat keluarnya uang itu. Saya bilang sudah tidak punya uang,” katanya.
Untuk mendapatkan uang Rp10 juta, WM akan membantu Barda senilai Rp3 juta. Sementara sisanya, WM meminta Barda untuk mencari pinjaman Rp7 juta. Uang pinjaman Rp7 juta itu lalu dikirim lagi ke nomor rekening atas nama WM.
70 hari berselang, Barda kembali menghubungi WM. Namun WM beralasan bahwa uang masih mengalami gangguan di alam gaib. Merasa ucapan-ucapan WM tidak masuk akal, Barda akhirnya meminta uangnya kembali.
“Dari situ sudah tidak bisa lagi dihubungi. Akhirnya saya berangkat ke Baubau untuk menemui WM bersama keluarganya,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, WM membuat pernyataan akan mengembalikan uang korban. Namun karena WM belum mengembalikan uang, korban lalu ke rumah WM lagi untuk menagih uangnya.
“Tapi WM tidak ada waktu pertemuan kedua itu. Saya hanya bertemu dengan anak-anaknya,” katanya.
Anak-anak WM pun akhirnya mengembalikan uang korban senilai Rp25 juta. Uang Rp25 juta itu dikembalikan secara bertahap.
“Uang yang dikembalikan anak-anaknya Rp25 juta. Sisa yang harus dikembalikan Rp59 juta,” ungkapnya.
Akibat uangnya Rp59 juta tak kunjung dikembalikan WM, Barda akhirnya melaporkan dugaan penipuan itu ke Polres Muna sekitar Januari 2022. Namun Barda mengaku baru mendapatkan surat tanda terima laporan polisi tertanggal 11 Januari 2023 atau setahun berjalan sejak aduannya pertama kali.
Keluarga Korban Penipuan Unjuk Rasa di Polres Muna
Keluarga Barda sempat berdemonstrasi di depan Polres Muna, meminta agar WM segera ditangkap, Rabu (7/2/2024) lalu. Keluarga korban menilai penanganan kasus tersebut telah berlarut-larut.
Koordinator Lapangan (Korlap), La Ode Sugian, mengatakan korban telah melaporkan dugaan penipuan yang dialaminya sejak Januari 2022, tepat dua tahun lalu.
“Pak Barda Sanusi telah melaporkannya sejak Januari 2022,” kata Sugian dalam orasinya.
Dia menjelaskan bahwa korban mengalami penipuan atau penggelapan pada 2021 silam. Pelaku mengelabui korban dengan modus penggandaan uang sebesar Rp84 juta. Selain itu, keluarga Barda meminta polisi segera menerbitkan DPO terhadap WM.
“Kami minta Polres Muna segera melakukan penangkapan terhadap pelaku. Namun karena ini terlalu berlarut-larut, kami minta Polres Muna segera menerbitkan surat DPO,” ujar Sugian.
Di hadapan pengunjuk rasa, Kanit I Pidum Reskrim Polres Muna, Aipda Ishaq, mengatakan pihaknya segera melakukan gelar perkara untuk menerbitkan DPO terhadap WM. Namun sebelum itu, polisi meminta waktu untuk kembali melakukan pencarian terhadap WM.
“Telah dilakukan pencarian kemudian tidak didapat, tentunya ada mekanisme lain, yaitu penerbitan DPO. Artinya berilah kami waktu untuk melakukan pencarian. Apabila dalam waktu dekat kami belum dapat, kami akan terbitkan DPO,” ungkapnya.
Alasan Polisi Belum Tangkap Pelaku dan Terbitkan DPO
Kanit I Pidum Reskrim Polres Muna, Aipda Ishaq, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pencarian terhadap WM di kediamannya di Kelurahan Sulaa, Kecamatan Murhum, Kota Baubau.
“Terkait dengan upaya pencarian, telah dilakukan. Di rumahnya pun sudah kami lakukan pencarian,” kata Ishaq saat menemui keluarga korban usai berunjuk rasa di Polres Muna, Rabu (7/2) lalu.
Pihak kepolisian mengaku terkendala dengan lokasi terduga pelaku yang berpindah-pindah. Selain di Kota Baubau, WM juga dikabarkan berada di Kabupaten Wakatobi.
“Tim lapangan sudah melakukan. Ini hanya persoalan teknis, belum didapat,” ujarnya.
Sementara Kaur Bin Operasional (KBO) Satreskrim Polres Muna, Ipda Amran, menyebut petugas kepolisian kepolisian kesulitan mendeteksi keberadaannya meski WM merupakan seorang lansia.
“Lagi-lagi keberadaannya tersangka ini di mana. Biar pun dia lansia, namanya manusia. Apalagi kalau dia tahu dicari di mana-mana,” ungkapnya.
Sementara surat DPO belum juga diterbitkan karena kepala unit yang menangani kasus tersebut masih di luar daerah.
“Belum, karena kanitnya masih di Kendari juga ini kasihan,” kata Amram.