Aktivis, Antara Nyali dan Kecerdikan
Seorang aktivis diharuskan memiliki keberanian atau nyali yang besar nan kokoh. Tujuannya agar misi yang diemban terus digelorakan tanpa rasa takut. Di sisi lain dengan nyali yang tinggi, bisa menciutkan kekuatan para musuh. Namun dengan keberanian pun sesungguhnya belum cukup dan terkadang hanya akan menjadi bumerang.
Nyali butuh kecerdikan. Agar nyali yang besar itu dapat diarahkan pada gerakan yang tepat dan tak terduga oleh para musuh. Kelebihan lainnya dari kecerdikan, ia bisa mengelabui atau mengalahkan musuh dengan perlawanan yang tak berarti.
Kita menyaksikan titisan sejarah yang mengisahkan keberanian dan kecerdikan luar biasa dari panglima besar Khalid bin Walid saat memimpin pasukannya dalam Perang Yarmuk melawan pasukan Byzantium Romawi yang dipimpin Raja Heraklius dengan pasukannya sebanyak 240.000.
Sementara pasukan Khalid bin Walid hanya berjumlah 46.000. Namun dengan kecerdikan Khalid bin Walid membagi pasukannya sebanyak 40 kontingen yang menggambarkan seolah pasukan Islam jauh lebih banyak.
Melalui salah satu siasat tersebut mampu memukul mundur pasukan Romawi yang sangat terkenal menakutkan itu. Dari kisah singkat itu, kita bisa mengambil pelajaran bahwa kecerdikan itu sangat penting dalam pergerakan misi yang dibangun.
Jika seandainya Khalid Bin Walid hanya mengandalkan keberanian saja, maka siapa pun pasti yakin bahwa kemenangan akan berada di pihak pasukan Romawi.
Terakhir, pepatah tua berpesan bahwa keberanian tanpa kecerdikan ibarat makan tanpa mengunyah.
Penulis: Pembaca Buku dan Penikmat Kopi, Muhammad Akbar Ali