Angka Stunting Masih Tinggi, Pemprov Sultra Komitmen Turunkan Kasus dengan Tentukan Langkah Konkret
Kendari – Angka stunting di Sulawesi Tenggara (Sultra) masih tinggi yakni berada di angka 30,2 persen. Menindaklanjuti hal tersebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) melaksanakan rapat koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di salah satu hotel di Kota Kendari guna menentukan langkah-langkah konkret, Senin (31/10/2022).
Langkah konkret yang dimaksud adalah menyiapkan segala strategi terkait dengan pemecahan masalah, baik itu dalam persiapan anggaran hingga aksi di masyarakat. Rapat koordinasi ini dihadiri oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, Wakil Gubernur Sultra, Lukman Abunawas, serta beberapa pihak terkait.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, saat ini yang menjadi masalah utama tingginya angka stunting secara umum, yakni mindset dari masyarakat belum terlalu peka terhadap masalah stunting itu sendiri.
“Tadi pak Wagub bilang, di Sultra ini angka pendidikan masyarakatnya masih kurang sehingga masalah-masalah seperti stunting ini terkadang masih dianggap sepele,” katanya.
Hasto Wardoyo sedikit menyayangkan angka stunting di Sultra masih tinggi, padahal produksi ikan hingga jenis-jenis makanan penghasil protein lainnya cukup melimpah.
“Di sini jumlah ikan banyak, sayuran hasil pertanian juga banyak, kembali lagi soal mindset (yang harus diberi edukasi),” tambahnya.
Wakil Gubernur (Wagub) Sultra, Lukman Abunawas menyebut, dari hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, angka prevalensi stunting di Sultra masih sangat tinggi, sekira 30,2 persen. Sultra termasuk lima besar angka stunting tertinggi di Indonesia.
“Hal ini yang membuat kerja ekstra buat kami, bersama dengan tim percepatan penurunan stunting, dan seluruh instansi terkait di Sultra,” katanya.
Lukman menambahkan, jika melihat dari potensi sumber daya alam di Sultra itu sangat bertentangan dengan tingginya kasus stunting, mengingat potensi hasil pertanian dan kelautan di Sultra sangat melimpah. Menurutnya, hal ini sangat disayangkan jika masih banyak anak-anak yang tidak mengonsumsi ikan dan sayuran.
“Ini karena masyarakat dengan pengetahuan yang masih rendah, sehingga ketika dia hamil, menyusui dan sebagainya dalam pemberian asupan ke balita itu tidak tepat,” pungkasnya.