Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Pemerintah

ASN Wakatobi Dilaporkan Selingkuh, Bukannya Dihukum Malah Diangkat Jadi Lurah

0
0
ASN Wakatobi Dilaporkan Selingkuh, Bukannya Dihukum Malah Diangkat Jadi Lurah
Nurhayati menangis saat menceritakan kasusnya. Foto: YouTube Hendry Madjid.

Wakatobi – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) berinisial S dilaporkan melakukan perselingkuhan dan menikah siri oleh istri sahnya yaitu Nurhayati (43).

Nurhayati mengatakan bahwa dirinya sudah berjuang hampir setahun terhitung sejak Oktober 2021 untuk mencari keadilan pada kasus ini, mengingat apa yang dilakukan suaminya adalah pelanggaran kode etik berat seorang ASN.

Namun, beberapa bulan berselang belum ada kebijakan dari Pemerintah Daerah (Pemda) Wakatobi untuk menghukum S yang dilaporkan melakukan perselingkuhan dan nikah siri tersebut. Nurhayati mengaku sangat memahami pelanggaran ini karena dirinya juga adalah seorang ASN.

Nurhayati menceritakan kasus perselingkuhan dan nikah siri suaminya yang merupakan ASN. Foto: YouTube Hendry Madjid.

Mirisnya beberapa bulan setelah laporan tersebut, S malah diangkat menjadi Lurah Patipelong, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi, tepatnya di bulan Januari 2022 ini.

“Di kasus saya ini, seakan-akan ada persekongkolan di dalamnya, ada konspirasi sehingga segala lini ini mendukung kehancuran rumah tangga saya,” kata Nurhayati dalam video yang diunggah kanal YouTube Hendry Madjid, Minggu (11/9/2022).

“Saya mulai berpikir bahwa mungkin Kabupaten Wakatobi ini adalah negara bagian,” sambungnya.

Nurhayati menjelaskan bahwa kasus ini mulai bergulir saat suaminya tersebut melakukan nikah siri pada Oktober 2021 sehingga dia memutuskan melaporkan hal tersebut kepada Pemda Wakatobi bahkan langsung menemui Bupati Wakatobi, Haliana saat itu.

“Sebenarnya diawali itu dari 6 Oktober 2021, kemudian di November, berarti satu bulan kemudian, ini kan kasusnya orang semua tahu kalau Pak S ini melakukan nikah siri, jadi sebagai istri saya harus mempertahankan,” jelasnya.

“Sehingga untuk mengantisipasi itu, saya langsung ke Pak Bupati saat itu, Pak Haliana di bulan November, satu bulan lah setelah nikah siri itu, saya menghadap beliau, saya membawa surat secara tertulis aduan saya, sekaligus juga saat itu saya berpikir bahwa saya sebagai ASN dan beliau adalah bagian dari pembina ASN seluruh Kabupaten Wakatobi ini, saya sempat curhat ke beliau, yah inginnya saya saat itu, yah saya harus diperbaiki,” sambungnya.

Setelah curhat, Bupati Wakatobi saat itu langsung merekomendasikan agar kasus suami dari Nurhayati tersebut dibawa ke Sekretaris Daerah Wakatobi yang saat itu masih dijabat oleh La Jumadin.

“Beberapa hari kemudian dari Pak Sekda, katanya beliau sudah diteruskan ke BKPSDM Kabupaten Wakatobi untuk ditindaklanjuti di sana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” imbuhnya.

Nurhayati kemudian berinisiatif untuk menyusul laporan tersebut ke BPKSDM Wakatobi dan dikonfirmasi bahwa surat tersebut diteruskan ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wakatobi tempat di mana saat itu suami Nurhayati bertugas.

S saat itu masih bertugas sebagai Kepala Seksi Pembangunan, Peningkatan Jalan, dan Jembatan Binamarga Dinas Pekerjaan Umum Wakatobi, sebelum dipindahtugaskan dan dilantik sebagai Lurah Patipelong pada Januari 2022.

Namun sudah beberapa kali laporannya diteruskan, belum ada tindakan yang pasti dari pihak Pemda Wakatobi membuat Nurhayati merasa kecewa dan bingung karena tidak ada kejelasan tersebut.

“Saya sudah ke mana-mana, saya ini sudah dipimpong oleh Pemerintah Daerah (Wakatobi) dan saya tidak tahu sebenarnya arahnya ke mana, tidak ada kejelasan,” keluhnya.

Dia mengaku sudah melakukan semua aduan baik itu secara tertulis maupun lisan untuk mencari keadilan mengenai kasus yang menimpa dirinya ini.

“Bahkan ketika saya ke BKD waktu itu, apa perkataannya, ‘Oke Bu Nurhayati, kita proses kasus kode etiknya tapi ibu bersedia diceraikan’, loh kok maksudnya apa ini, di situ perasaan saya sudah nano-nano, sejak di situ lah saya memutuskan pakai kuasa hukum,” ujarnya.

Ada satu momen yang membuat hati Nurhayati sangat sakit adalah ketika dia menunggu respons dari laporan tersebut, tiba-tiba dia mendapat undangan sidang perceraian di rumahnya. Dia mengaku sudah tidak paham apakah harus sedih, marah, atau menangis.

“Saya tidak pernah mendapatkan undangan atau saya dimediasi atau dipanggil oleh pemerintah daerah untuk menanyakan kasus saya ini yang notabene benar-benar kan saya sudah lakukan secara tertulis, terus kok muncul izin perceraian, bahkan telah ada rekomendasi perceraian dari pemerintah daerah,” jelasnya.

Parahnya dalam surat tersebut, rekomendasi pada nomor 1 adalah izin dari Pemda Wakatobi. Padahal menurut Nurhayati pihak Pemda Wakatobi bisa merekomendasikan hal tersebut kecuali dirinya tidak punya anak, cacat seumur hidup, tidak bisa melayani suami, atau dapat izin poligami, yang diklaim itu tidak ada pada dirinya.

Nurhayati menuding suaminya tersebut melanggar Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

“Saya mulai berpikir bahwa mungkin Kabupaten Wakatobi ini adalah negara bagian, karena semua yang saya kan sangat memahami bahwa kasus rumah tangga ini saya tahu aturannya di mana, dilanggarnya di mana, apalagi sebagai seorang ASN itu semua diatur, pernikahan dan perceraian oleh ASN itu diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 dan Nomor 45 itu sudah sangat jelas berikut dengan sanksinya, kemudian disiplin ASN semua sangat jelas. Lalu kenapa itu tidak dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Wakatobi), sehingga saya berkesimpulan bahwa Wakatobi adalah negara bagian, sehingga itu semua tidak berlaku di Wakatobi,” tegasnya.

Merasa tak ada tanggapan serius dari Pemda Wakatobi terkait kasus ini, Nurhayati mulai melapor ke Komnas Perempuan RI hingga ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) RI.

“Maka saya ke sana, ke Komnas Perempuan, ke Komnas HAM, ke BKN RI, kurang lebih ada delapan lah kementerian yang saya datangi, dan alhamdulillah di sana memberikan janji bahwa akan menindaklanjuti. Kasusnya sedang dipantau oleh Komnas Perempuan Republik Indonesia,” jelasnya.

Nurhayati saat ini masih terus mengawal dan memperjuangkan kasusnya hingga selesai. Dia pun sempat menyampaikan harapannya kepada Pemda Wakatobi agar memiliki hati nurani dalam menangani kasus ini agar tidak terulang kepada wanita lainnya.

“Saya sekarang bukan lagi hanya untuk Nurhayati, tapi bagaimana perempuan di luar sana tidak mengalami seperti yang saya alami, cukuplah saya terakhir yang mengalami seperti ini,” pungkasnya.

Editor Kata
Bagikan berita ini:
Tetap terhubung dengan kami: