Bagaimana Peran Perempuan Menghadapi Kerusakan Lingkungan di Sultra?

Sulawesi Tenggara – Peran perempuan menjadi sangat sentral terhadap ancaman kerusakan lingkungan di Sulawesi Tenggara (Sultra). Mereka merupakan kelompok paling rentan atas kerusakan yang terjadi. Isu itu menjadi salah satu pembahasan bincang sore bertajuk “Suara Perempuan Menghadapi Kerusakan Lingkungan” yang diselenggarakan Perempuan Pesisir Sultra, Kendari Urban Studies, dan Trend Asia, Sabtu (15/3/2025).
Menurut Akademisi Hukum Lingkungan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sahrina Safiuddin, peran perempuan dapat dimulai dari hal paling kecil, misalnya sebagai seorang ibu. Dalam konteks itu, ibu dapat membentuk pilar pada anak bahwa fungsi lingkungan tergantung manusia memperlakukannya.
“Perempuan dapat mengajarkan pada anaknya tentang konteks lingkungan. Jadi peran kita membentuk pilar pada anak, yaitu lingkungan dapat berubah mengikuti perilaku kita. Jika perilaku kita baik, maka fungsi lingkungan juga baik,” kata Sahrina.

Peran lain dari ibu dan perempuan adalah pada sektor perekonomian keluarga yang memanfaatkan lingkungan. Memastikan pangan keluarga tetap aman, seperti sumber protein nabati, juga menjadi sangat penting. Misalnya ibu menanam sayur-sayuran di pekarangan rumah, memilah sampah organik dan anorganik, atau tidak membakar sampah.
“Kedua, peran perempuan dalam membantu perekonomian keluarga. Paling tidak untuk pangan keluarga itu aman. Jadi kita bisa menanam sayur-sayuran di pot atau pekarangan. Peran-peran itu dapat membentuk perilaku yang membantu perekonomian keluarga, memastikan pangan kita aman dengan memanfaatkan lingkungan,” ujarnya.
Namun, peran perempuan juga bisa menjadi lebih besar ketika berhadapan dengan kerusakan lingkungan dan pembangunan yang tidak adil. Seperti yang dilakukan Hermina dari Desa Torobulu, Samsiah dari Desa Wawatu, dan Riska Adni S. dari Desa Bokori. Ketiganya merupakan perempuan penolak kerusakan lingkungan dan pembangunan yang tidak berkeadilan di desanya sendiri.
“Kita mungkin kecil-kecil. Kalau pejuang-pejuang lingkungan ini tanggung jawabnya lebih besar lagi. Bukan hanya di lingkungan keluarga, tetapi satu wilayah administratif pemerintahan. Namun, sekecil apa pun secara proporsional, itu juga penting,” ungkapnya.
Untuk menggalang peran perempuan, kampanye terhadap dampak kerusakan lingkungan perlu terus dilakukan. Pada daerah pesisir yang lautnya tercemar, karena aktivitas penambangan nikel misalnya. Sumber-sumber ekonomi berubah. Perempuan harus melaut atau mengeluarkan uang untuk mendapatkan ikan segar.
“Kalau lingkungan tidak dirusak, lautnya tidak dibom atau diracun, terumbu karangnya baik, ibu-ibu tidak perlu jauh melaut, tetapi di situ saja. Jadi pesisir itu bisa menjadi kulkas keluarga. Ikannya tinggal ambil di sekitar situ,” pungkasnya.


