Cerita Ningsih, Korban Kecurangan Seleksi CPNS Buton Selatan Cari Keadilan Sejak 2019
Buton Selatan – Seorang wanita asal Kolaka bernama Ningsih Sri Handayani (30) menceritakan perjuangan dirinya mencari keadilan setelah ia merasa menjadi korban kecurangan saat mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Buton Selatan pada tahun 2019 lalu.
Kisah ini kembali menyeruak setelah viralnya kasus praktik kecurangan seleksi CPNS tahun 2021 ini yang di antaranya mendiskualifikasi 41 orang dari Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) beberapa waktu lalu. Melalui akun Facebooknya Ningsih kembali menyuarakan ketidakadilan yang didapatkannya sejak 2019 yang belum menemui titik terang.
Dia mengaku dicurangi dan kalah saing melawan rival seleksinya waktu itu yang ia sebut sebagai anak pejabat daerah setempat, bahkan tidak bisa mendaftar CPNS lagi karena NIK-nya sudah terdaftar lulus di SSCN padahal sampai saat ini dia belum jadi PNS. Ningsih sempat mengunggah video kesaksiannya saat dicurangi waktu seleksi CPNS 2019 di media sosial YouTube dan Facebook yang berhasil menarik simpati banyak orang.
Saat dihubungi oleh Kendariinfo, Selasa (7/12/2021), saat itu ia mengaku mendaftar formasi CPNS untuk tenaga kesehatan yang sedang membutuhkan dua tenaga yang akan ditempatkan di Puskesmas Kadatua, Buton Selatan.
Jalan Ningsih cukup mulus di awal, setelah melewati seleksi administrasi, dirinya pun lulus tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dengan skor tertinggi bersama tujuh orang lainnya.
Kemudian dirinya memasuki tes Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) bersama dua orang lainnya yang memenuhi persyaratan nilai, dan dia kembali lolos dengan mendapatkan nilai tertinggi kedua.
“Dua (formasi) yang dibutuh dan tiga orang yang masuk tes SKB dan saya rangking dua,” kata Ningsih.
Berbekal dua kali pencapaian di dua tes CPNS tersebut, Ningsih sangat percaya diri untuk lolos menjadi PNS di tahun tersebut.
“Kami tiga orang berjuang untuk tes SKB, pas pengumuman saya rangking kedua, dan perawat yang dibutuhkan di Puskesmas Kadatua itu dua orang, dan saya merasa saya lulus dong,” ujarnya.
Alangkah kagetnya dia saat pengumuman, namanya tak ada di daftar peserta yang lolos tersebut, yang lolos malah rivalnya yang dia sebut sebagai anak seorang pejabat setempat di Kabupaten Buton Selatan (Busel) dan nilai tesnya masih jauh di bawahnya.
Ningsih pun menduga ada kecurangan di balik penetapan pengumuman tersebut, karena lampiran daftar pengumuman tersebut hitungannya tidak sesuai dengan integrasi nilai yang dihitung oleh masing-masing peserta dan hanya diketik biasa tanpa adanya logo Badan Kepegawaian Nasional (BKN) RI.
Total ada 20 orang bersama dirinya yang merasa dicurangi, kemudian bergerak untuk melakukan protes dan menanyakan ke BKD Busel, tetapi Ningsih mengaku dipingpong sana sini.
Ada kejanggalan saat peserta yang berada dari Kabupaten Buton Selatan mendapatkan hak istimewa atas 10 poin karena disebut daerah 3T, padahal daerah tersebut bukan tergolong 3T.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh Bupati Buton Selatan, La Ode Arusani dalam surat yang dikeluarkannya kepada BKN RI pada 2019 lalu yang menyebut daerahnya tidak memenuhi kriteria 3T.
Singkat cerita, akhirnya pengumuman dirinya direvisi dan dirinya diluluskan di pengumuman revisi tersebut pada posisi kedua. Ningsih bahkan sudah mendapat surat pernyataan rencana penempatan dari Pemkab Busel di Puskesmas Kadatua.
Masalah kembali muncul saat pengumuman Nomor Induk Pegawai (NIP). Dalam daftar yang dikeluarkan BKN Kantor Regional (Kanreg) Makassar, NIP-nya belum keluar dan dia sendiri bingung karena permasalahannya tidak ada.
Saat mengurus di sana, BKN Kanreg Makassar mengembalikan urusan tersebut kepada BKD Busel, dan tiba-tiba di hari itu juga, admin dari BKD Busel menghubunginya dan memberikan revisi terbaru pengumuman.
“Setelah saya kembali mengurus ke BKN Kanreg Makassar, siangnya admin BKD Buton Selatan mengirimkan saya revisi terbaru dan revisinya spesial untuk satu orang saja, dan revisinya tidak dibagikan untuk masyarakat umum, hanya dikirimkan untuk saya saja,” imbuh Ningsih.
Dalam pengumuman revisi tersebut, rivalnya yang diluluskan dan dia harus menerima kenyataan tidak lulus. Bahkan dia juga mendapat lampiran bahwa Puskesmas Kadatua mendapat perubahan status kawasan menjadi Sangat Terpencil.
Dia mengaku sangat sakit hati atas segala perbuatan tersebut, dia sempat membawa persoalan ini ke Ombudsman Sultra, namun hingga kini tidak ada jawaban pasti. Sedihnya lagi, Ningsih ternyata tak bisa mendaftar lagi CPNS karena di SSCN, NIK miliknya sudah dinyatakan lulus.
“Saya posisi dua tahun itu benar-benar rasa trauma banget, sebenarnya saya sudah tidak mau ribut-ribut lagi, cuma saya tidak mau ada kecurangan lagi,” ungkapnya.
Meskipun sekarang tinggal dia sendiri karena 19 orang teman lainnya yang sempat berjuang bersama dia sudah mendapatkan NIP-nya 2019 silam, Ningsih masih terus bersuara melalui media sosial, karena dia tidak ingin kecurangan seperti ini bisa menimpa orang lain dan merasakan apa yang dia rasa.
“Sekarang saya hanya mengandalkan media sosial, semoga kasus ini benar-benar terusut karena sekarang itu terjadi lagi kecurangan di daerah ini,” pungkasnya.
Satu balasan terkait “Cerita Ningsih, Korban Kecurangan Seleksi CPNS Buton Selatan Cari Keadilan Sejak 2019”
Semoga apa yg di suarakan Ibu Ningsih bisa terusut dan di tindak lanjuti, biar tdk ada korban di TES selanjutnya. Tetap semangat Ibu Allah membersamai kita semua