Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Crime

Gegara Tuduhan Ilmu Hitam, 2 Warga Bombana Jalani Hukum Adat Kaleo-leo

0
0
Gegara Tuduhan Ilmu Hitam, 2 Warga Bombana Jalani Hukum Adat Kaleo-leo
Pelaksanaan hukum adat Kaleo-leo. Foto: Istimewa.

Buton Tengah – Gara-gara tuduhan menggunakan ilmu hitam, dua warga asal Kabupaten Bombana melaksanakan hukum adat Kaleo-leo di Desa Gumanano, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (16/6/2022) lalu.

Kepala Desa Gumanano, Halidun mengatakan, keduanya menyelesaikan perkara tersebut secara adat di desanya sebab perangkat adat untuk melaksanakan ritual tersebut masih lengkap.

“Mereka masyarakat Bombana, tapi karena masih satu rumpun dengan kita, satu darah. Mereka datang bawa surat-surat lengkap untuk bisa melaksanakan hukum adat di sini, karena di sana perangkat adatnya tidak lengkap,” ujarnya, Selasa (21/6).

Ia menjelaskan, hukum adat tersebut dilakukan untuk membuktikan siapa yang benar dan salah dalam perselisihan tersebut. Kali ini, perkara itu menyangkut tuduhan menggunakan ilmu hitam, yang dilakukan oleh seorang warga inisial LA menuduh LS memantrai keluarganya hingga sakit tak lama setelah LS bertandang ke rumahnya.

“Sekitar empat hari (sesudah berkunjung) ada berapa orang di rumah itu sakit, setelah itu didemo yang diduga punya ilmu hitam itu, dibongkar rumahnya,” jelasnya.

Kejadian tersebut sudah coba untuk dimediasi oleh pemerintah setempat hingga pada pihak kepolisian, namun tidak menemui titik terang, akhirnya diputuskan untuk diselesaikan secara adat.

Dalam proses hukum adat Kaleo-leo tersebut, masing-masing pihak yang berselisih diwakilkan oleh anak mereka untuk menyelam di dalam laut, dengan disaksikan oleh para perangkat adat dan masyarakat. Jika berhasil menyelam lebih lama, maka ia terbukti tak bersalah.

Pihak yang kalah, kata Halidun, walaupun ia pandai menyelam, maka ia tidak akan tahan berada dalam air, sebaliknya yang menang akan merasa tenang ketika menyelam di air laut tersebut.

“Mereka bukan menyelam sembarang, tapi ada mantra khusus yang dibaca, yang kalah itu yang menuduh (LA) sedangkan yang menang itu yang dituduh (LS),” ujarnya.

Halidun menyebutkan, ada sanksi yang diberikan kepada pihak yang kalah, namun dikembalikan pada pemerintah di desa masing-masing.

Bagikan berita ini:
Tetap terhubung dengan kami: