Parade 1.000 Perahu dan Deklarasi Masyarakat Bajau Warnai Giat Konferensi SeaBRnet di Wakatobi
Wakatobi – Masyarakat suku Bajau (Bajo) ikut memeriahkan kegiatan Konferensi Internasional South East Asian Biosphere Reserves Network (SeaBRnet) yang berlangsung di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dalam kegiatan itu, masyarakat Bajau menggelar parade 1.000 perahu yang berlokasi di Pelabuhan Panggulubelo, Kecamatan Wangiwangi Selatan, Wakatobi, Rabu (1/5/2024).
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Wakatobi, Nurdin mengungkapkan parade 1.000 perahu ini adalah sebuah selebrasi sekaligus komitmen kami sebagai masyarakat Bajau bahwa laut adalah hidup kami dan hal itu dibuktikan bahwa kami adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan.
“Masyarakat Wakatobi hidup di laut dan membuktikan bahwa kehidupan laut itu harus diarungi dengan fasilitas yang memang arahnya ke laut,” katanya, Kamis (2/5).
Nurdin menyebut, parade 1.000 perahu terlebih dahulu dibuka dengan tradisi Sangal yang merupakan tradisi memberi sedekah kepada laut karena telah diberikan harta dan rezeki yang begitu melimpah. Dengan kata lain, sebagian hasil laut yang diperoleh masyarakat akan dikembalikan ke laut dengan cara melepaskannya ke laut.
“Harapannya adalah akan diberikan balasan dengan hasil yang lebih melimpah lagi di kemudian hari,” tambahnya.
Menurutnya, parade yang ditampilkan di atas perahu juga adalah sebuah bentuk nyata bahwa masyarakat Bajau merupakan masyarakat yang patut dipercaya mengelola laut karena laut adalah anugerah dan tempat untuk kami hidup.
“Kegiatan itu bukan hanya sekedar simbolis atau seremonial belaka melainkan bentuk kebersamaan yang telah melekat di diri kami walaupun kami tersebar di wilayah yang berbeda-beda, tetapi bila menyangkut suku Bajau maka kami akan bersama-sama untuk melakukannya,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden Kerukunan Keluarga Bajau Indonesia, Abdul Manan menegaskan bahwa selain parade 1.000 perahu, suku Bajau juga menggelar deklarasi sebagai bentuk komitmen mereka dalam menjaga serta melestarikan sumber daya pesisir laut yang ada di Kabupaten Wakatobi.
“Sebagai salah satu cagar biosfer dunia kami berkomitmen akan tetap menjalankan praktik-praktik kearifan lokal masyarakat Bajau Wakatobi selama ini yang berjumlah kurang lebih sekitar 20.000 jiwa,” paparnya.
Secara terpisah, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Wakatobi, Irini Dewi Wanti mengaku ia sering menjumpai berbagai riset dan tulisan tentang suku Bajau yang bagus dan beranekaragam tetapi narasi-narasi tersebut tidak terimplementasi penerapannya pada masyarakat Bajau itu sendiri yang memiliki populasi sekitar 6 hingga 7 juta orang.
Olehnya itu, Irini berharap agar masyarakat suku Bajau harus dilibatkan dalam berbagai agenda budaya agar budaya yang dimiliki bisa menjadi kekuatan baru sekaligus nilai tambah bagi daerah tempat mereka bermukim.
“Seperti Wakatobi yang merupakan salah satu daerah cagar biosfer dalam menjaga aset tersebut sekaligus memancing riak-riak kepariwisataan, tentu kehadiran dan kegiatan yang dilakukan masyarakat Bajau yang unik dan menarik ini akan membawa nilai positif tersendiri,” pungkasnya.