Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Terkini

Penjelasan Stamar Kendari soal Cuaca Panas di Sultra Akhir-Akhir Ini

0
0
Penjelasan Stamar Kendari soal Cuaca Panas di Sultra Akhir-Akhir Ini
Ilustrasi matahari. Foto: Unsplash.

Kendari – Suhu udara panas sangat terasa belakangan ini di wilayah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) dan sekitarnya. Masyarakat cukup mengurangi aktivitas di luar ruangan.

Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari, Sugeng Widarko menuturkan fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam dengan karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas.

Sebab, kondisi yang dialami Indonesia dan wilayah-wilayah lainnya tidak memenuhi kondisi dan karakteristik gelombang panas. Menurut Sugeng kondisi seperti ini masih dalam kategori normal.

“Sebenarnya dasarnya sama. Jadi yang terjadi di Indonesia khususnya Sultra merupakan fluktuasi suhu harian dan masih dalam kategori normal,” ungkapnya dikonfirmasi Kendariinfo, Rabu (26/4/2023).

Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

Sugeng menuturkan untuk wilayah Sultra sendiri dalam 5 hari terakhir tercatat suhu tertinggi terjadi di wilayah Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera Pomalaa yakni berkisar 35.1 derajat yang terjadi pada Minggu (23/4).

Sedangkan untuk Kota Kendari pada Selasa (25/4) tercatat tertinggi suhu maksimal 33 derajat. Ia menjelaskan suhu panas akhir-akhir ini lebih disebabkan tutupan awan dari pagi hingga siang hari sangat sedikit sehingga sinar matahari yang diterima permukaan menjadi lebih banyak serta kelembapan udara rata-rata atau RH yang rendah.

Selain itu untuk permukaan yang padat dan daratan terasa panas karena sebagian besar langsung dipantulkan ke atmosfer sehingga energi atau panas terkonsentrasi di permukaan.

“Jadi yang terjadi di Sultra bukan heatwave atau gelombang panas, tapi fluktuasi suhu harian yang dibarengi dengan tutupan awan yang sedikit serta RH yang rendah berakibat udaranya kering,” pungkasnya.

Bagikan berita ini:
Tetap terhubung dengan kami: