Prihatin Tingginya Kekerasan Anak dan Perempuan, Mahasiswa Sultra di Jakarta Deklarasi Lembaga Pemerhati Rentan
Sulawesi Tenggara – Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Sultra) di Jakarta secara resmi mendeklarasikan lembaga advokasi untuk anak dan perempuan korban kekerasan, Nura Daya Pemerhati Rentan (NDPR), Minggu (22/9/2024) lalu. Deklarasi itu lahir atas keprihatinan mereka atas tingginya angka kekerasan anak dan perempuan di Sultra.
Salah satu inisiator NDPR, La Ode Muh. Didin Alkindi, mencatat kasus kekerasan anak dan perempuan di Sultra terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada 2019 tercatat sebanyak 140 kasus, 2020 sebanyak 240 kasus, 2021 sebanyak 235 kasus, 2022 sebanyak 379 kasus, dan 2023 sebanyak 545 kasus. Sementara per Juni 2024, tercatat sudah 192 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Jadi lembaga ini diinisiasi secara bersama oleh pemuda pemudi asal Sultra yang sedang menempuh pendidikan di Jakarta. Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak per hari ini yang mendorong kami membentuk lembaga NDPR,” kata Didin kepada Kendariinfo, Selasa (24/9/2024).
Meski dideklarasikan di Jakarta, Didin menyebut target advokasi NDPR akan difokuskan terlebih dahulu pada anak-anak dan perempuan korban kekerasan di Sultra. Mereka ingin mendampingi anak-anak dan perempuan korban kekerasan yang tidak mampu menyuarakan deritanya serta sering kali diselimuti stigma, rasa malu, dan ketidakadilan.
“Kami siap untuk bergerak, melakukan pendampingan hukum, psikologis, dan memberikan perlindungan layak bagi mereka. Target kami untuk sekarang kami fokuskan dulu di Sultra. Nantinya akan memperlebar gerakan di wilayah lain secara nasional jika sudah masif di Sultra,” ujarnya.
Keseriusan mereka dalam advokasi anak dan perempuan korban kekerasan fisik, psikis, dan seksual dibuktikan dengan deklarasi NDPR. Setelah deklarasi tersebut, NDPR akan melakukan dialog publik secara online. Deklarasi juga akan kembali dilakukan NDPR di Kota Kendari.
“Kami akan melakukan dialog publik secara online pekan ini menghadirkan pemateri nasional dan daerah Sultra. Setelah itu, kami akan lakukan deklarasi kembali di Sultra tepatnya di Kota Kendari,” tambahnya.
Menurut Didin, advokasi adalah kunci dalam membangun masa depan lebih baik bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak yang terjebak dalam siklus kekerasan. Upaya pendampingan NDPR akan dilakukan lewat kerja sama dengan instansi terkait, seperti kepolisian, rumah sakit, dan lembaga pendidikan. Hal itu untuk memperkuat jaminan pengamanan sosial bagi korban kekerasan dan memastikan keadilan bagi mereka.
“Kami percaya bahwa setiap suara yang selama ini dibungkam layak untuk didengar. Setiap trauma yang selama ini tersembunyi layak untuk disembuhkan. Setiap ketidakadilan yang selama ini diabaikan layak untuk diperjuangkan,” ungkapnya.
Namun selain pendampingan melalui advokasi, NDPR menekankan pentingnya upaya pencegahan. Didin menyebut perlu adanya sinergi yang kuat semua pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk mewujudkan Sultra bebas dari kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Kami menyerukan tantangan serius kepada penegak hukum dan calon kepala daerah di Sultra untuk memperlihatkan komitmen nyata melindungi hak-hak anak dan perempuan. Retorika tanpa tindakan hanyalah janji kosong. Para calon pemimpin di Sultra diharapkan berani melangkah lebih jauh dengan menyusun kebijakan progresif dan menyeluruh, memastikan perlindungan hukum serta layanan pendukung bagi korban,” tegasnya.
Tantangan itu bukan hanya persoalan hukum, melainkan panggilan moral untuk membangun generasi sehat, aman, dan bermartabat. Upaya menuju Sultra nol kekerasan hanya bisa terwujud jika ada komitmen dan kerja sama konsisten, tegas, dan berkelanjutan.
“NDPR siap menjadi mitra strategis dalam mewujudkan impian ini. Namun komitmen yang tulus dari para pemimpin dan aparat penegak hukum adalah kunci keberhasilan,” pungkasnya.