Respons Pengelola Bendungan Ameroro Terkait Sawah Petani Kekurangan Air dan Terancam Gagal Tanam di Konawe

Konawe – Pengelola Bendungan Ameroro menanggapi keluhan para petani terkait kurangnya pasokan air yang menyebabkan ratusan hektare sawah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) terancam gagal tanam.
Menurut pihak pengelola, ketersediaan air di lokasi itu sangat cukup. Bahkan, mampu mengaliri ratusan hektare sawah melalui saluran irigasi yang telah disediakan. Hanya saja, ada oknum yang main nakal.
Di mana, saluran irigasi yang ditargetkan bisa memenuhi semua kebutuhan air di kawasan persawahan dibobol tanpa sepengetahuan pihak bendungan. Akibatnya, air tidak menjangkau semua kawasan persawahan, dan berpotensi gagal tanam.

Kepala Seksi Ops BWS Sulawesi IV Kendari, Hartina, selaku salah satu pengelola di Bendungan Ameroro, mengatakan pihaknya telah melakukan penelusuran di kawasan irigasi saluran sekunder mamiri.
Berdasarkan hasil penelusuran, terdapat lebih dari 10 titik penyadapan liar yang digunakan untuk mengairi sawah, empang, dan untuk konsumsi rumah tangga. Metode yang digunakan pun beragam.
“Ada yang membobol, merusak dinding saluran, dan memasang pipa dengan diameter besar untuk kepentingan selain irigasi sawah, dan membobol saluran untuk mengairi sawah secara illegal. Penyebab lainnya adalah kurangnya pemeliharaan pada saluran tersier,” katanya, Sabtu (5/4/2025).
Akibat penyadapan liar tersebut, air tidak sampai dan merugikan petani yang memiliki petak sawah di hilir jaringan.
Hartina juga menerangkan terkait kondisi Bendungan Ameroro. Pertama, bendungan ini merupakan multi purpose dam (bendungan serbaguna) dengan kapasitas tampung normal sebesar 88,27 juta meter kubik. Saat ini, ketersediaan air sebesar 79,46 juta meter kubik atau terisi 90 persen dari kapasitas tampung normal.
“Dengan jumlah tampungan air tersebut, Bendungan Ameroro mampu melayani kebutuhan air daerah irigasi Ameroro pada setiap musim tanam setiap tahunnya,” tegasnya.
Yang kedua, kata Hartina, Bendungan Ameroro didesain untuk melayani kebutuhan air daerah irigasi dengan luas potensial 3.363 hektare, dan saat ini luas lahan fungsional sebesar 1.798 hektare.
Ketiga, saluran irigasi sekunder mamiri sendiri melayani kurang lebih 203 hektare lahan sawah, yang artinya kebutuhan air untuk layanan ini adalah 253,75 liter per detik. Sedangkan berdasarkan pengukuran di lapangan, saluran sekunder mamiri memberikan layanan air sebesar 259,8 liter per detik yang artinya air yang dialirkan untuk melayani kebutuhan persawahan lebih dari cukup.
Selanjutnya, tambah Hartina, pada tahun 2024, BWS Sulawesi IV telah membangun 18 bangunan ukur ambang lebar yang tersebar di saluran sekunder daerah irigasi Ameroro. Hal tersebut dilaksanakan untuk memastikan jumlah air yang disalurkan sesuai dengan luasan sawah yang akan diairi.
“Bangunan ukur di saluran irigasi merupakan komponen penting dalam sistem pengelolaan sumber daya air yang efisien dan berkelanjutan. Fungsinya bukan untuk menghambat atau mengurangi aliran air, melainkan untuk memantau dan mengendalikan distribusi air secara akurat sesuai dengan kebutuhan dan rencana pola tanam,” bebernya.
Menurutnya, bangunan ini memungkinkan petugas irigasi dapat mengetahui secara tepat berapa volume air yang mengalir di setiap titik saluran, sehingga distribusi air dapat dilakukan secara adil dan merata kepada seluruh kelompok tani.
Yang terakhir, lanjut Hartina, dengan luas fungsional 1.798 hektare, daerah irigasi Ameroro membutuhkan air sebesar 2.247,5 liter per detik. Saat ini, untuk kebutuhan layanan daerah irigasi Ameroro dan aliran pemeliharaan sungai, Bendungan Ameroro mengalirkan air sebesar 10,54 meter kubik per detik air atau 10.540 liter per detik.
“Jadi, persepsi bahwa kekurangan air akibat adanya bangunan ukur ambang lebar merupakan sebuah kekeliruan yang harus diluruskan. Justru, keberadaan bangunan ini membantu mengetahui dan mencegah kehilangan air akibat distribusi yang tidak efisien, kebocoran, atau pengambilan air yang tidak sesuai ketentuan,” ucap Hartina.
Untuk bisa mengolah sawah hingga petak sawah terujung, diperlukan partisipasi aktif dan kesadaran dari semua pihak. Jika masih lancang melakukan penyadapan liar dengan cara merusak saluran irigasi, semuanya memiliki konsekuensi hukum yang melanggar UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Kekurangan Pasokan Air, Ratusan Hektare Sawah Dekat Bendungan Ameroro Konawe Terancam Gagal Tanam