Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Opini

Supremasi Hukum PT Antam di Mandiodo, untuk Bangsa atau Bangsat?

Tulisan dari tidak mewakili pandangan dari redaksi kendariinfo
Supremasi Hukum PT Antam di Mandiodo, untuk Bangsa atau Bangsat?
Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo, Ashari. Foto: Istimewa.

Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah blok tambang fenomenal yang perkara hukumnya tanpa titik temu. Desas-desus bentuk klaiman Izin Usaha Pertambangan (IUP) antara PT Aneka Tambang (Antam) melawan belasan perusahaan swasta di Blok Mandiodo sama-sama punya dasar kekuatan SK IUP bupati dan putusan hukum yang mengikat.

Status Quo Blok Mandiodo adalah bagian dari kegagalan pemerintah. Perkara tak terbendung, hingga sengkarut makin sulit terurai. Padahal fakta di tahun 2012, material ore nikel dari Blok Mandiodo sudah mencapai ratusan juta metrik ton di jual ekspor ke negara Cina.

Saat regulasi larangan ekspor berlaku, saat itu pula kegiatan tambang stagnan. Sekitar tahun 2014 lalu, PT Antam menggugat belasan IUP yang konon ia menangkan, herannya justru di tahun 2016 berlakunya penjualan material ore dalam negeri, faktanya kembali digarap oleh belasan IUP swasta. Maka klaim kemenangan PT Antam terbilang tidak absolut.

PT Antam sama sekali tidak berdaya termasuk para penegak hukum tak kuasa. Ini suatu pertanyaan besar sebenarnya salah siapa dan siapa benar? Lalu siapa tangkap siapa?.

Seiring berjalannya waktu, selisik seragam cokelat menjajaki kasat-kusut pertambangan di Blok Mandiodo. Pada pertengahan September 2021, Tim Tipiter Bareskrim Mabes Polri yang dipimpin langsung oleh Brigjen Pol Pipit Rismanto berhasil menghentikan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan swasta, namun tidak menyelesaikan masalah yang terjadi.

Tidak sesuai harapan, di belakang layar pertambangan kembali beraktivitas dan 11 IUP tersingkir dan skema Kerja Sama Operasi (KSO) di bawah kendali PT Antam. KSO terdiri Perumda Provinsi, PT Lawu dan sejumlah perusahaan swasta (pengusaha lokal).

Kurang dari dua tahun beraktivitas, alamak tidak hanya mempertontonkan kecurangan justru memproduksi penjahat, mengorbankan pengusaha lokal hingga larut dan terjebak. Pengusaha lokal dijadikan babu untuk berkontribusi pendapatan devisa kepada bangsa lalu dianugerahi pil pahit sebagai “bangsat”.

Upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara untuk menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun. Termasuk oleh penyelenggara negara, maka supremasi ini mesti ditegakkan seadil-adilnya.

Baca Juga:  Gandeng PERHAPI, CV Unaaha Bakti Persada Gelar Inhouse Training

Manajer PT Antam tersangka. Kejati Sultra sejatinya bisa menjadikan dasar sebagai pintu masuk untuk menelusuri praktik korupsi di PT Antam sejak tahun 2010 – 2022, boleh jadi itu tindak pidana korporasi baik di Mandiodo, Lalindu, dan Blok Tapunopaka.

Kegigihan Kejati Sultra terbilang serius mengungkap polemik tambang Blok Mandiodo. Bom waktu itu ternyata benar-benar terbongkar dan serpihan apinya membuncah mengenai wajah pribumi mereka tidak lain sebanyak 34 kontraktor lokal yang terpaksa menjadi penjahat tawanan institusi berlambang timbangan.

Drama serpihan hukum ke tubuh kontraktor lokal terbilang serius namun terkesan menguatkan sebuah pengakuan bahwasanya PT Antam sudah resmi, paling suci dan tak punya salah di Blok Mandiodo. Maka fatal jika Kepala Kejati Sultra tidak mengungkap kejanggalan yang melatarbelakangi persoalan status kepastian hukum antara 11 IUP vs PT Antam.

Olehnya itu, Kejati Sultra mesti komprehensif mendalami kasus yang melibatkan PT Antam. Kronologis dugaan kejahatan pertambangan di Mandiodo adalah warisan dosa historis. Maka itu, perspektif hukumnya tidak hanya fokus pada hilirnya saja.

Penetapan tersangka PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) sebagai fasilitator dokumen terbang terkuak. Sikap heroik Kepala Kejati Sultra mesti menggali lebih dalam alur sampai barang bisa ke luar, termasuk faktor pendukung yang menggunakan jalan hauling, stokfile, dan sarana pelabuhan (jetty) milik siapa? Bisa jadi PT Cinta Jaya. Modus dilakukan secara berjemaah. Di balik itu sang aktor pasti orang penting dari kalangan pemangku kebijakan termasuk oknum yudikatif.

Hulu dari akar permasalahan mesti digali lebih dalam lagi agar terang siapa pemilik IUP resmi tambang Blok Mandiodo PT Antam ataukah belasan IUP?

Inilah kemudian akar dari segala akar permasalahan ketidakpastian hukum yang sebenarnya. Keterlibatan pengusaha lokal terkesan upaya cuci tangan, dikambinghitamkan agar dosa masa lalu terlupakan. Bukan soal adanya pengkriminalisasian, namun menjaga agar tidak ada kesan “kalah rasa menang dan salah merasa benar”.

Belasan IUP di jamin berani kooperatif. Apakah pihak PT Antam siap fight? Jika seandainya Kepala Kejati Sultra mengundang pihak-pihak terkait duduk bersama, buka data ala gelar perkara, maka semua akan terungkap. Simulasi ini sederhana namun inilah kunci bagaimana riwayat lahirnya Putusan MA Nomor 129 K/TUN/2011 dan Putusan MA Nomor 225 K/TUN/2014.

Baca Juga:  Polda Sultra Serahkan 5 Tersangka Dugaan Tambang Ilegal di Konut ke Kejari Konawe

Jejak kasus pada 2 Oktober 2017, mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tentang penyalahgunaan wewenang terkait pemberian izin? Saat itu, Aswad dituding merugikan keuangan negara sebesar Rp2,7 triliun hingga Aswad dituduh melakukan gratifikasi sebesar Rp13 miliar. Hingga saat ini buktinya mana?

Sampai detik ini, Aswad Sulaiman tidak terbukti, lalu IUP swasta di lahan yang diklaim milik PT Antam, salahnya di mana?.

Studi kasus komparatif ini mestinya menjadi acuan oleh Patris Yusrian Jaya (Kajati Sultra) maupun aparat penegak hukum (APH) untuk membongkar serta menyimpulkan kasat-kusut pertambangan Blok Mandiodo, umumnya PT Antam di Konawe Utara, agar objek perkaranya jelas, tidak menjurus penindakan terkesan subjektif. Ini poin inti tantangan Kejati, berani tidak?

Kewenangan penerbitan IUP masa otonom regulasinya semua punya payung hukum yang mana pihak-pihak bisa pertanggungjawabkannya. Hukum yang selalu digaungkan PT Antam sebagai perusahaan pelat merah melalui putusan 225-nya sehingga dengan itu PT Antam mengeklaim 16 ribu luasan konsesi tambang IUP-nya di Mandiodo.

Padahal hanya kurang 6.000 hektare saja yang dikuasai oleh IUP swasta namun dampak ekonominya sangat menyentuh rakyat dan daerah Konut. Itupun masih ada 1.000 hektare lahan dikuasai dan dijadikan lahan tidur oleh PT Antam.

Lihat realita sekarang apakah produk Hukum 225 itu tidak memiliki celah? Ini yang mesti dikaji dan harus dijalankan, wajib tuntas di tangan Kajati Sultra.

Sebagai kesimpulan penutup, perlu diketahui publik bahwa aksi berdarah 6 Juni 2023 adalah sebagai bentuk kemarahan dan kelaparan masyarakat Konut dari efek ketergantungan hidup atas pemberhentian aktivitas pertambangan Blok Mandiodo. Mereka sadar salah (pengusaha lokal) namun bukan berarti demonstrasi itu bagian dari upaya penodongan (pemaksaan) terhadap PT Antam untuk kembali beraktivitas, melainkan meminta jalan yang terbaik agar terjalin hubungan kemitraan sesuai ketentuan perundangan.

Semoga semua pihak berlaku adil, rakyat Konut bersatu untuk selanjutnya menolak praktek BUMNisasi di Bumi Oheo tercinta. Salam damai.

Penulis: Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo, Ashari

Penulis
Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten