Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Education

37 Warisan Budaya Tak Benda Sultra, Jejak Kolektif yang Menyatu dalam Tradisi

37 Warisan Budaya Tak Benda Sultra, Jejak Kolektif yang Menyatu dalam Tradisi
Rombongan DPW PKB Sultra diarak dengan Silat Muna (Ewa Wuna) saat mendaftar Bacaleg di KPU Sultra. Foto: Herlis Ode Mainuru/Kendariinfo. (13/5/2023).

Sulawesi Tenggara – Di balik warna-warni keberagaman etnis dan budaya di Sulawesi Tenggara (Sultra), tersimpan 37 Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) yang menjadi penanda kuat identitas masyarakatnya. Dari tarian tradisional hingga tenun khas daerah, warisan ini bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari yang diwariskan secara turun temurun.

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 37 Warisan Budaya Tak Benda yang telah ditetapkan secara nasional, yaitu Kalosara, Kaganti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Malige Buton, Kaago-ago, Kamohu, Banua Tada, Dole-dole, Ewa Wuna, Kabanti Kaluku Panda, Tanduale, Kamohu Wuna atau Tenun Muna, Lulo Ngganda, Pakande-Kandea.

Terdapat pula Tari Balumpa, Tenun Konawe, Tandaki, Kabanti, Lumense, Kabuenga, Tari Mondotambe, Mewuwusoi, Haroa, Tari Galangi, Gula Ni’i, Bilangari, Kabuto, Kasambu, Pogiraa Adhara, Mowindahako, dan Sajo Moane.

Warisan budaya tak benda itu mencerminkan nilai, norma, dan jati diri masyarakat lokal yang terwujud melalui tradisi lisan, seni pertunjukan, upacara adat, serta kearifan lokal.

“Inilah kekayaan budaya yang membentuk karakter dan kebersamaan masyarakat Sultra,” ujar Murniati, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, Jumat (2/5/2025).

Jelasnya, setiap unsur WBTb yang diakui secara nasional telah melalui proses panjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, lalu dikaji di tingkat provinsi, hingga akhirnya diusulkan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk ditetapkan secara resmi. Penilaian dilakukan melalui sidang penetapan berdasarkan kelengkapan dokumentasi, nilai historis, hingga makna filosofis dari elemen budaya tersebut.

Baca Juga:  Karnaval Budaya di Konawe, Tampilkan Keberagaman Etnik

“Proses ini penting untuk memastikan setiap warisan budaya benar-benar hidup di masyarakat dan memiliki pesan moral yang khas,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dokumen pengusulan meliputi foto, video, serta kajian ilmiah yang menggambarkan makna dan keunikan budaya tersebut.

WBTb sendiri tidak dimiliki secara individu, melainkan oleh komunitas. Nilai inilah yang menjadikannya warisan kolektif, yang tidak hanya dirawat oleh generasi tua, tapi juga diperkenalkan dan diwariskan kepada generasi muda.

“WBTb bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tapi tentang menjaga keberlangsungan identitas,” tutupnya.

Nah sekarang Makin Tahu Indonesia kan!!

Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten