8 Kasus Kekerasan Guru Terhadap Siswa, Ketua PGRI Sultra: Mari Dekati Anak dengan Hati
Kendari – Sejumlah kasus kekerasan guru terhadap siswa yang terjadi di Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi perhatian publik. Di penghujung tahun 2024 ini, ada 8 kasus yang dihimpun Kendariinfo, yakni 4 kasus berkaitan dengan kekerasan seksual dan 4 kasus lainnya berkaitan dengan kekerasan fisik.
Dugaan kekerasan seksual yang pertama adalah guru SMP berinisial R (41) di Buton Selatan (Busel). Ia diduga mencabuli 17 siswa laki-laki pada Januari 2024 lalu. Kedua, guru berinisial A (34). Ia berurusan dengan PPA Satreskrim Polresta Kendari gara-gara mencabuli siswi SMP di Konawe Kepulauan (Konkep) pada April 2024.
Ketiga, guru berinisial MS (30). Ia juga berurusan dengan polisi atas dugaan kasus pencabulan terhadap 24 siswa SD di Buton Tengah (Buteng) pada Mei – Juli 2024. Terakhir, guru seni berinisial S (55). Ia juga berurusan dengan Polresta Kendari. Diduga, ia telah mencabuli 11 siswa SD di Kendari pada Agustus 2024.
Empat kasus tersebut tengah bergulir. Terduga pelaku tengah menjalani proses hukum di masing-masing polres setempat. Selain kasus kekerasan seksual, ada 4 kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di Sultra.
Untuk di Kabupaten Muna, ada dua kasus dugaan penganiayaan guru terhadap siswa. Yang pertama dilakukan guru berinisial A siswa berinisial LMEG di SDN 1 Towea, Jumat (4/10) dan yang kedua terjadi di Kecamatan Kabangka.
“Untuk di Kecamatan Kabangka, siswa dan guru sudah saling memaafkan. Yang di Kecamatan Towea masih bergulir, kami upayakan berakhir baik,” ujar Kapolres Muna, AKBP Indra Sandry Purnama Sakti, Minggu (27/10).
Berikutnya, dugaan penganiayaan yang dilakukan guru honor berinisial S terhadap siswa berinisial D (6) di Kecamatan Baito, Konawe Selatan (Konsel) pada April 2024. Kasus itu ditangani oleh Polres Konsel dan sudah masuk di ranah Kejari Konsel.
Yang terakhir terjadi di SDN 27 Doule di Desa Doule, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Bombana. Di mana, ibu guru berinisial M diduga menganiaya siswa berinisial RAP pada Rabu (9/10). Kasus tersebut masih bergulir di Polres Bombana.
Menanggapi maraknya kasus dugaan kekerasan guru terhadap siswa, Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo buka suara. Ia mengaku prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini. Seharusnya, guru dan siswa adalah dua insan yang saling membutuhkan demi kelangsungan dunia pendidikan di Sultra.
Halim menegaskan, orang tua menitipkan anak-anak di sekolah agar dididik dengan baik oleh guru. Banyak variasi di lingkungan sekolah, apalagi kultur dan karakteristik siswa yang berbeda-beda.
“Untuk kekerasan seksual yang dilakukan guru kepada siswa, kami di PGRI Sultra tidak ada kompromi, harus ditindak tegas,” kata Halim melalui telepon seluler, Minggu (27/10).
Berbeda dengan kekerasan fisik. Kata Halim, guru adalah orang tua siswa di sekolah. Ada banyak cara yang bisa diberikan jika ingin mendisiplinkan siswa yang melakukan kesalahan. Tidak perlu ada kekerasan fisik. Semua bisa dilakukan, seperti pemberian tugas, teguran berisi nasihat, sentuhan yang berisi dedikasi, dan masih banyak lagi.
“Sebenarnya, kita tidak boleh terpancing dengan gerak-gerik siswa di sekolah. Yang namanya anak-anak, dunia mereka itu bermain. Jadi, mari dekati anak-anak kita dengan hati dan cinta. Pasti akan luluh, jangan dikasari karena itu tugas mulia kita sebagai pendidik,” kesalnya.
Lantas, jika siswa menyebarkan informasi atau mengadu ke orang tua, Halim berharap agar orang tua tidak serta merta percaya begitu saja. Melainkan, dimintai klarifikasi dulu agar masalahnya tidak melebar ataupun tidak ada miskomunikasi.
“Tentu ini yang kita harapkan, suasana damai di sekolah itu harus kita jaga. Perlakukan siswa sebagai anak-anak kita, sebab mereka adalah generasi muda yang masa depannya juga bergantung dari bagaimana guru memberikan didikan,” pungkasnya.