Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Pemerintah

Festival Batu Poaro Ramaikan HUT Baubau ke-20

Festival Batu Poaro Ramaikan HUT Baubau ke-20
Festival Batu Poaro di Kelurahan Wameo, Kecamatan Batu Poaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra). Foto: Kominfo Baubau. (14/10/2021).

Baubau – Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Festival Batu Poaro di Kelurahan Wameo, Kecamatan Batupoaro untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-20, Kamis (14/10/2021).

Festival tersebut merupakan salah satu tradisi unik yang digelar oleh Pemkot Baubau. Tradisi itu merupakan kegiatan berebut uang yang biasanya dilakukan oleh anak-anak dari penduduk setempat. Uang tersebut dilemparkan oleh para peserta ritual adat ke area sekitar Batu Poaro. 

Tetapi sebelum Festival Batu Poaro dilakukan, kegiatan diawali dengan doa bersama di Masjid Al-Muqarabin Kelurahan Wameo. Setelah itu, warga kemudian mengangkat talang berisikan sesajen dari masjid menuju di tepi Laut Wameo.

Festival Batu Poaro di Kelurahan Wameo, Kecamatan Batupoaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Festival Batu Poaro di Kelurahan Wameo, Kecamatan Batupoaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra). Foto: Kominfo Baubau. (14/10/2021).

Sesampainya di tempat ritual (Batu Poaro) pimpinan daerah atau yang mewakili bersama para tokoh lainnya turun ke tepi laut sambil memegang batu. Mereka lalu membacakan doa.

Setelah doa bersama tradisi melempar uang mulai dilakukan. Uang tersebut lalu diperebutkan oleh puluhan anak-anak di sana. 

Wakil Wali Kota Baubau, Laode Monianse mengatakan, ritual adat tersebut adalah upaya melestarikan budaya yang pernah berkembang di Kota Baubau. 

Menurut Monianse, nilai historis bagi masyarakat di wilayah bekas Kesultanan Buton adalah untuk mengingat kembali masyarakat kepada Syekh Abdul Wahid yang merupakan sosok penyiar agama Islam pertama di Pulau Buton.

Baca Juga:  Bid Propam Polda Sultra Periksa Ponsel Personel Antisipasi Judi Online, Ini Hasilnya

“Ritual ini jangan disalahartikan sebagai ritual mistik. Kita diingatkan bahwa, kita harus selalu bersyukur kepada Allah, karena pada tahun 1500-an telah mengirimkan ulama besar ke Buton untuk menyebarkan agama Islam,” katanya. 

Dia juga mengungkapkan, festival tersebut bukanlah ritual menyembah benda mati berupa batu, melainkan kegiatan yang perlu diambil sebagai pelajaran. 

“Festival Batu Poaro atau dikenal dengan Tuturangiana Batu Poaro dalam bahasa Wolio dimaknai sebagai ritual penyucian adat terhadap situs budaya Batu Poaro. Ini bukan upaya menyembah batu atau mengagungkan benda mati. Tetapi ritual tersebut memiliki nilai-nilai yang bisa dijadikan pelajaran untuk menata masa depan,” pungkasnya. 

Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten