Sedang Berperkara, Ketua PN Unaaha Diduga Langgar Kode Etik Usai Terima Kunjungan PT VDNI dan OSS
Kendari – Tim Hukum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pimpinan Haris Pertama menyesalkan adanya pertemuan Ketua PN Unaaha, Dian Kurniawati dengan petinggi perusahaan smelter nikel PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), beberapa waktu lalu.
Pasalnya, kedua perusahaan tersebut berstatus sebagai tergugat pada perkara perdata nomor 18/PDT.G/2023/PN UNH yang saat ini sedang menunggu keputusan Majelis Hakim.
Dalam kasus itu, Tim Hukum DPP KNPI naungan Kantor Pengacara Parlin Timbul dan Associates menggugat PT OSS dan PT VDNI atas dugaan penyerobotan lahan seluas 72 hektare atau kerugian yang ditaksir mencapai Rp108 miliar.
Ryan Hamzah, salah satu kuasa hukum penggugat mengatakan, ia telah mendapat dokumentasi dan salah satu wajah di foto yang mereka kantongi adalah anggota Majelis Hakim pemeriksa perkara tersebut.
“Saya yakin sekali bahwa Hakim Anggota Ikhsan Ismail adalah pria yang berkaus ungu muda. Ini membuat kami pesimis atas bentuk putusan gugatan kami”, ucap Ryan, Rabu (14/2/2024).
Menurutnya, pertemuan tersebut melanggar SEMA Nomor 3 Tahun 2010 dan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Sementara itu, koordinator pemilik lahan atau para penggugat, Andi Muliadi juga mengungkapkan hal yang sama yakni ada pertemuan antara pihak PN Unaaha dan dua perusahaan nikel terbesar di Konawe itu. Dengan adanya pertemuan itu, pihaknya khawatir ada ketidakadilan dalam pokok perkara yang sedang berlangsung.
“Beliau yang berbaju kaus kerah ungu di foto. Saya sangat mengenali wajahnya karena saya tidak pernah absen dalam setiap persidangan sejak awal hingga akhir,” tegasnya.
Secara terpisah, Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pratama mengaku, PT VDNI dan PT OSS digugat oleh 36 pemilik tanah yang mengeklaim kepemilikan tanah berdasarkan Surat Izin Pengolahan Tanah (SIPT) yang diberikan oleh negara pada tahun 1995.
Namun, karena adanya pertemuan tertutup, ia memerintahkan tim hukum yang terlibat agar melaporkan PN Unaaha ke Komisi Yudisial (KY) dan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung.
Haris menerangkan, masalah tanah yang dihadapi oleh PT VDNI dan PT OSS sangat banyak dan itu memerlukan hakim-hakim yang menjunjung tinggi integritasnya, bukan malah bertemu dengan pimpinan dari smelter raksasa.
“Saya sudah perintahkan untuk dilaporkan juga ke MA. Bagaimana mungkin Ketua PN dan apalagi hakim anggota majelis pemeriksa perkara bertemu dengan tergugat. Ini ada apa,” kesalnya.
Kata Haris, dalam persidangan, saksi kunci yaitu camat yang menerbitkan SIPT tersebut, Muh. Nur Sinapoi yang saat ini merupakan anggota DPRD Provinsi Sultra. Yang bersangkutan juga sudah bersaksi dan menyatakan SIPT yang dimiliki oleh 36 purnawirawan TNI POLRI tersebut adalah asli sesuai yang ia tanda tangani.
Sepanjang persidangan, lanjut Haris, pihak tergugat yakni PT OSS dan PT VDNI tidak bisa menunjukkan alas hak atas tanah yang mereka kuasai saat ini.
Sama halnya yang disampaikan oleh Koordinator Tim Hukum DPP KNPI, Arief Parhusip. Ia juga mengatakan, untuk advokasi tanah PEPABRI Konawe, PT VDNI, dan PT OSS selalu tidak mau menunjukkan alas hak mereka dengan surat resmi. Bahkan, di forum mediasi oleh negara di Kantor BPN Konawe beberapa waktu lalu, mereka juga tidak mau menunjukkan bukti sah.
Tidak hanya itu, saat mediasi di PN Unaaha, juga tidak diacuhkan oleh PT OSS dan PT VDNI. Dan ternyata di persidangan, lanjut Arief, kedua perusahaan itu sama sekali tidak bisa menunjukkan alas haknya saat pemeriksaan pokok perkara yang juga melakukan pemeriksaan setempat di dalam area pabrik OSS.
Bahkan, saksi pun gagal dihadirkan oleh PT OSS, yang patut diduga para saksi takut untuk bersaksi di bawah sumpah.
“Saat mendengar pejabat PT OSS dan PT VDNI berkunjung ke PN Unaaha yang diterima oleh Ketua PN Konawe, hakim anggota yang memeriksa perkara kami dalam pertemuan tersebut, kami langsung lemas karena independensi hakim tentunya sangat diragukan dan majelis hakim telah melakukan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku bagi mereka bertiga,” kesalnya.
Apalagi, kedatangan pimpinan PT OSS dan PT VDNI dilakukan setelah mereka gagal menunjukkan alas hak mereka di pemeriksaan persidangan.
“Sangat disayangkan, kita tunggu saja keputusan majelis hakim. Sesuai arahan Ketua Umum DPP KNPI, kami telah laporkan ke Komisi Yudisial dan segera ke Badan Pengawas Mahkamah Agung”, tutupnya.