Dispar Sultra Gelar Rapat Terpadu Bahas Polemik Pantai Toronipa, Ini Hasilnya
Konawe – Belakangan ini pengelolaan kawasan Pantai Toronipa menjadi sorotan berbagai pihak khususnya masyarakat. Pasalnya sistem pengelolaan wisata yang berlokasi di Desa Toronipa, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) itu dinilai sangat buruk.
Dugaan banyaknya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan pengelola menjadi faktor utama pantai yang berada di ujung paling timur Teluk Kota Kendari itu mendapat penilaian buruk.
Terkait persoalan itu, Dinas Pariwisata (Dispar) Sultra menggelar rapat terpadu dengan sejumlah pemangku kepentingan dan juga pengelola kawasan wisata Pantai Toronipa, Kamis (29/12/2022).
Kepala Dispar Sultra, Belli Harli Tombili menuturkan, rapat terpadu yang dilaksanakan di Pulau Bokori itu untuk memberi kejelasan mengenai tata kelola destinasi dan pengelolaan pengunjung di kawasan Toronipa.
“Rapat ini untuk meningkatkan kualitas pengunjung di Pantai Toronipa dan upaya untuk meminimalisasi potensi yang bisa menciptakan hal-hal yang tidak kita inginkan bersama,” tutur Belli melalui keterangan resminya yang diterima Kendariinfo, Jumat (30/12/2022).
Sementara itu, Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Konawe, Jahuddin mengemukakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah-langkah strategis untuk peningkatan layanan di kawasan wisata Pantai Toronipa.
“Beberapa keputusan sudah disepakati,” kata Jahuddin.
Kemudian, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Konawe juga menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Sultra yang telah membangun fasilitas jalan wisata di Toronipa. Oleh karenanya, fasilitas tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terkait dengan biaya parkir yang dikeluhkan banyak pengunjung, Pemda Konawe juga telah memerintahkan agar papan-papan pengumuman atau plang parkir segera dicabut dan tidak ada sama sekali pungutan untuk parkir.
“Kami juga memerintahkan agar petugas mengenakan baju seragam dan tanda pengenal yang jelas,” sambung Jahuddin.
Khusus untuk retribusi masuk, dikenakan biaya sebesar Rp10 ribu per orang, bukan berdasarkan jenis kendaraan. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012.
Namun, ketentuan dari Perda Nomor 3 Tahun 2012 itu akan berakhir pada Desember ini dan diganti dengan Perda Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pajak yang dalam waktu dekat akan segera disosialisasikan kepada masyarakat pengelola kawasan wisata.
Dengan demikian, tahun 2023 mendatang tidak ada lagi pungutan retribusi kepada pengunjung. Pemda hanya akan mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak yang ditarik dari usaha-usaha yang dimiliki oleh masyarakat dalam kawasan wisata.
“Untuk tarif sewa gazebo, toilet, dan kamar mandi yang merupakan fasilitas masyarakat setempat, akan dilakukan pengaturan agar tarifnya tidak terlalu tinggi,” ujar Jahuddin.