Dorong Pemilu 2024 Berkualitas dan Demokratis
Tahun politik 2024 merupakan ujian berat dan sesuatu yang tidak bisa kita pandang enteng sebagai masyarakat untuk memilih pemimpin secara langsung. Suara rakyat adalah kunci dalam menghadirkan sosok pemimpin politik yang dilegitimasi oleh rakyat.
Tentu yang paling mendasar dari proses demokrasi ialah bagaimana rakyat mampu menentukan dan memilih para calon pemimpinnya, melihat visi misi dan program jangka panjang serta menjadikan rakyat sebagai orientasi utama.
Kesalahan memilih pemimpin ke depannya akan berdampak buruk tidak saja bagi rakyat melainkan masa depan daerah juga dipertaruhkan. Oleh karena itu, kecerdasan dalam memilih pemimpin dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, tentu itu juga meningkatkan kualitas demokrasi agar semakin baik.
Pada dasarnya, kita harus mengenali para figur pemimpin yang akan dipilih nanti, sehingga mampu memperjuangkan aspirasi secara maksimal dan bijaksana dalam mengambil keputusan secara tepat. Tidak seperti membeli kucing dalam karung. Disinilah pendidikan politik menjadi demikian penting apalagi pertarungan ide dan gagasan sangat dibutuhkan untuk memberikan gairah dan sensasi masyarakat semakin antusias.
Pendidikan Politik
Pendidikan politik harus menjadi tanggung jawab semua pihak, khususnya para elite politik yang memiliki kedudukan strategis atau sedang memiliki peran sentral dalam sistem politik. Tanpa terjadinya pendidikan politik yang sehat dan baik, maka dipastikan tidak akan terjadi peningkatan kecerdasan politik publik. Pada akhirnya publik akan selalu terjerumus dalam kesalahan yang sama dari waktu ke waktu dalam menentukan pemimpinnya dan akan selalu dijadikan kambing hitam dalam kepentingan para elite politik, ini kemudian yang mesti kita antisipasi bersama.
Hal ini memberikan kita pelajaran dan hikmah bahwa pemilu adalah instrumen politik yang memberi ruang kepada warga untuk menyeleksi pemimpin politik yang baik, bijaksana, dan mampu menjaga amanat rakyat. Maka dengan demikian, jika terbentuk pendidikan politik yang rasional akan tercipta pemilu yang berkualitas, warga akan menentukan pemimpin politik yang berorientasi masa depan.
Sejarah adalah pelajaran yang berharga, masa lalu dan masa kini merupakan modal utama bagaimana masa depan terbentuk secara mandiri dan berdaya saing. Demikian pula dalam mendesain kepemimpinan otentik di masa depan. Sejarah perjalanan Muna Barat telah mengajarkan kepada kita bahwa perlu ada upaya bersama melahirkan pemimpin yang lahir dari rahim daerah itu sendiri.
Tidak sedikit di antara mereka kurang memahami bahwa politik adalah panggilan dan pengabdian untuk rakyat. Sejatinya seorang pemimpin harus memiliki jiwa tersebut.
Hal demikian tergantung dari kejujuran elite politik dalam memberikan pendidikan politik kepada publik sebab masyarakat adalah kekuatan politik yang tak bisa dibendung, bekerja dengan penuh keyakinan, sepenuh hati, dan tak menjanjikan mimpi di siang bolong.
Pengajaran yang diperlukan adalah mengenai bagaimana menentukan pemimpin politik yang bijaksana terhadap rakyat agar masyarakat dapat memilih pemimpin politik yang memiliki sifat amanah, dapat dipercaya, teladan, transparan, dan visioner.
Sosok pemimpin itu dapatlah ditebak adalah seorang figur yang dapat menerima amanah daerahnya secara benar, bukan mengkhianati dengan janji yang tidak sesuai dengan legitimasi rakyat.
Apalagi di tengah ingar bingar euforia politik menjelang momentum pesta demokrasi, ada banyak pelaku politik yang alih-alih mampu membawa kekuasaan politik pada tujuan kesejahteraan masyarakat justru sama sekali tidak memahami benar hakikat, makna dan fungsi politik, kekuasaan dan juga kepemimpinan politik yang bijaksana justru terjerumus kepada kepentingan yang pragmatis.
Tidak sedikit para pelaku politik yang bermunculan hanya menjadikan rakyat sebagai sarana mengepul suara dan hanya meramaikan pemilu setiap lima tahunnya. Keteladanan para elite politik memang menempati porsi cukup besar dalam proses pendidikan politik bagi publik sehingga ini menjadi modal dalam mencari simpati.
Namun demikian, kekecewaan terhadap para pemimpin yang sering melakukan pembohongan dan pengingkaran terhadap amanat rakyat yang telah mereka pilih terdahulu membuat mereka mempertimbangkan untuk memilih kembali.
Kita menyadari dengan sungguh agar tidak mengulangi kesalahan yang sama karena rakyat sudah cukup lama menggantungkan harapan dan keinginan untuk maju. Dari sinilah seharusnya elite politik menyadari bahwa publik tidak buta dan tuli dalam memilih pemimpin politik, tetapi warga akan selalu selektif dan kritis dalam memilih.
Politik Gagasan
Politik gagasan bisa semakin menjauh dari diskursus pemilih, disebabkan karena terlalu banyak calon dan isu yang tersebar dari tiga jenis pemilih yang berbarengan. Hal ini bisa menimbulkan cara-cara ilegal dalam berkampanye sebagai jalan pintas untuk menang seperti politik uang, hegemoni identitas, hoaks, dan keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Padahal melalui pemilu dan pilkada ada internalisasi visi misi dan program yang dilakukan dan menjadikan rakyat sebagai orientasi utama yang dilakukan oleh calon kepada pemilih sebagai bagian dari aktivitas kampanye yang mengedukasi, tetapi hal itu akan sulit terealisasi karena substansi kampanye yang tidak fokus dan masih bersifat prosedural.
Akibat bercampurnya isu nasional dan isu daerah karena pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada yang bersamaan pelaksanaanya. Pemilu 2019 menemukan bahwa pendidikan pemilih yang tidak maksimal serta tenggelamnya sosialisasi pemilu anggota DPD membuat pemilih kurang punya pengetahuan soal calon dan prosedur pemilihan DPD. Bayangkan kalau kerumitan itu lantas ditambah lagi dengan waktu pelaksanaan yang sama.
Penulis menilai jika pun pendidikan dan sosialisasi politik di seluruh elemen dan komponen masyarakat dilakukan secara terstruktur dan masif, kepercayaan masyarakat dari partai politik seolah kehilangan legitimasi.
Selain membedah konstelasi politik di lapangan kita perlu menawarkan beberapa program dan politik gagasan kepada rakyat, dalam rangka mendorong sektor pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah kita mesti hidupkan perdebatan yang sehat sebagai orientasi memberdayakan masyarakat secara mandiri, konsekuen, dan berkelanjutan.
Ini sebagai upaya kepedulian dan rasa tanggung jawab agar kita melihat masyarakat bisa berdaya guna di segala sektor, apa lagi bidang pendidikan dan pertanian, perikanan, dan peternakan, pariwisata sehingga diperlukan pemetaan potensi di beberapa daerah yang strategis. Peningkatan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi kian penting guna menunjang kemandirian ekonomi sehingga sangat dibutuhkan kesadaran bersama. Itu yang harus dijadikan modal dasar dan sasaran utama.
Penulis menilai sayang sekali jika potensi SDM hanya berhenti di dalam diri, maka seyogianya sebagai generasi yang terus bertumbuh untuk dikembangkan dan dilanjutkan secara masif dan terstruktur karena Muna Barat ke depan membutuhkan konsep dan visi misi sesuai arah yang diharapkan masyarakat apalagi daerah Muna Barat sangat memiliki banyak potensi yang harus kita kelola secara baik dan tepat sasaran.
Selama ini pemerintah daerah belum melirik secara merata dan terkonsentrasi potensi yang ada sehingga kita membutuhkan manajemen yang baik dan persiapan yang matang dalam tata kelola pemerintahan agar potensi itu dapat dimanfaatkan, bukan hanya sekedar menggugurkan tanggung jawab. Apa lagi dimomentum pemilu seperti ini kadang hanya dijadikan sebagai sarana dan instrumen pencitraan agar bisa merebut simpati publik. Kita membutuhkan pemimpin yang betul-betul memahami kultur dan kebudayaan masyarakat secara geopolitik.
Apalagi kita daerah yang heterogen atau beragam masyarakat sehingga dibutuhkan sosok yang berjiwa sosial, terbuka, dan sudah seharusnya putra-putri daerah terlibat secara aktif dan penuh untuk mengisi kepemimpinan daerah, agar kebijakan itu terkonsentrasi sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Terakhir sebagai pemuda dan mahasiswa kita harus menjadi mitra kritis pemerintah, mengontrol, dan memberikan masukan yang konstruktif apa lagi dalam tata kelola pemerintahan agar tidak digunakan secara sewenang-wenang.
Partai Politik
Peralihan tahun akan menunjukkan kompetisi dan percikan politik yang akan memanas. Bagaimana tidak, seluruh sumber daya kekuatan politik sudah mulai dipersiapkan untuk menghadapi tahun politik.
Dalam mencegah segala kemungkinan terburuk. Maka, dapat dikatakan penting untuk melakukan konsolidasi demokrasi dan memperkuat narasi kebangsaan dalam hal ini social society perlu mencegah berbagai polarisasi dan kekacauan sosial yang timbul di tengah masyarakat, dibutuhkan berbagai pihak untuk menyosialisasikan dan memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Masyarakat adalah kelompok sosial yang paling rentan terpecah akibat sikap politik yang berbeda, sehingga dibutuhkan penguatan lewat narasi kebangsaan dan edukasi politik yang berkesinambungan, dengan memanfaatkan momentum besar pesta demokrasi, harus dengan suka ria dalam proses transisi pergantian kepemimpinan nasional sampai di daerah.
Meski demikian, berjalannya proses demokrasi masih banyak tantangan dan ancaman yang dihadapi bangsa ini, kekayaan sumber daya ekonomi dan alam menjadi penting agar calon pemimpin tidak menggunakannya secara rakus untuk kepentingan pribadi dan golongan. Namun fenomena lapangan adanya kecenderungan calon kepala daerah bermain mata dengan para investor dalam hal menggunakan itu sebagai modal untuk memuluskan jalan politik dan kepentingannya.
Tentunya masyarakat harus menjadi elemen penting dan garda terdepan dalam memperkuat solidaritas untuk memastikan calon pemimpin ideal yang bisa memberikan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang lebih baik untuk daerah.
Di sisi lain calon pemimpin dan caleg jangan hanya mengejar popularitas dan elektabilitas di ruang publik tanpa bersentuhan secara langsung di masyarakat. Visi misi harus bisa menjadi pemantik adanya antusias dan partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak pilihnya ke tempat pemungutan suara (TPS).
Peran Penyelenggara
Berdasarkan indeks kerawanan pemilu, Sulawesi Tenggara termasuk kategori sedang. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memastikan rawan atau tidaknya semua tahapan pemilu akan dimitigasi, agar Sulawesi Tenggara terhindar dari kerawanan tinggi.
Dengan mitigasi tentunya bisa mengidentifikasi kerawanan pemilu melalui koordinasi kepada seluruh stakeholder yang terlibat yaitu tokoh masyarakat, TNI, Polri, peserta pemilu, Bawaslu, dan masyarakat secara umum. Pemilu adalah sarana yang oleh Undang-Undang (UU) ditentukan sebagai instrumen pesta demokrasi dan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin baik di legislatif maupun di eksekutif.
Karena itu kita berharap dalam tahapan pemilu dapat terhindari dari pengaruh-pengaruh berita yang berbau hoaks, bullying, politik identitas, dan isu sara. Olehnya itu semua peserta, pendukung yang ada di Sulawesi Tenggara saling bekerja sama menyukseskan pemilu yang berintegritas dengan cara demokratis.
Ini menimbulkan tanda tanya besar terkait peran sentral partai politik sejauh sistem pemilu dan demokrasi berjalan, bagaimana tidak, 24 tahun reformasi berjalan kondisi sosial masyarakat indonesia masih jauh dari cita-cita dan harapan yang sesungguhnya. Salah satu jalan terjal yang harus ditempuh adalah pemilu, di mana itu adalah kedaulatan rakyat satu-satunya.
Meski ingar bingar pemilu semakin memanas dengan banyaknya partai politik yang melakukan manuver dan sosialisasi. Bahkan untuk kepentingan partai dan golongannya, masih ada juga pihak yang menggunakan isu sara untuk memecah belah masyarakat. Diyakini hal itu bisa menurunkan kualitas pemilu dan demokrasi.
Sehingga perlu ada pemetaan potensi konflik horizontal yang rawan menjelang pemilu maupun sesudah pemilu. Sudah seharusnya KPU dan Bawaslu mengantisipasi hal tersebut. Olehnya itu mesti dilakukan pra-kondisi di seluruh lapisan masyarakat.
Antisipasi titik kerawanan Pemilu 2024 di setiap titik yang ada di Sulawesi Tenggara sudah harus diidentifikasi untuk menetralisasi kemungkinan terburuk, agar tidak merugikan siapapun.
Integritas Penyelenggara Pemilu
Tak hanya itu, para penyelenggara pemilu harus memastikan diri untuk menjadi teladan dan terus menjaga integritas contohnya tidak boleh berpihak kepada figur dan partai politik manapun, karena amanah yang diberikan oleh publik untuk menjadi penyelenggara pemilu sebagai suatu pengabdian yang mulia kepada bangsa.
Maka harus bekerja secara profesional, menjaga integritas, memperlakukan setara, adil, dan parsial terhadap semua peserta tidak terkecuali bagi partai dan calon serta harus berperilaku etis. Bekerja sesuai dengan instruksi, tugas, dan fungsi. Kepada masyarakat sebagai pemilih, diberikan pendidikan politik secara intensif.
Tentunya keberadaan media juga menjadi penting untuk bermitra menyebarkan informasi aktual kepada masyarakat tentang kepemiluan dan politik yang mengedukasi tentang orientasi politik yang santun dan progresif secara rutin, sehingga tidak mudah terpolarisasi. Setiap unsur seperti perempuan, pemilih pemula, kaum marjinal, orang-orang yang rentan bermasalah, diharapkan bisa membentuk relawan demokrasi.
Titik rawannya terkait dengan profesionalitas di TPS, netralitas ASN, dan kampanye antar-calon yang kadang masuk pada wilayah politisasi SARA, berkaitan dengan kerawanan pada aspek kontestasi, sangat diperlukan kerja sama semua pihak untuk bergerak bersama mendorong politik santun, politik yang adu gagasan dan bukan politik yang menjerumus identitas dan politisasi SARA.
Sulawesi Tenggara ini daerah heterogen dan berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), oleh karena itu siapa pun yang mencalonkan diri di wilayah Sultra dan memenuhi syarat untuk mencalon, maka dia punya hak untuk dipilih tanpa melihat suku, agama, ras, dan asal-usul.
Sementara Pancasila sebagai ideologi bangsa, harus menjadi acuan bersama dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi perekat kita dalam hidup berbangsa.
Rekonsiliasi Kandidat Pasca-Pemilu 2024
Ketakutan akan adanya polarisasi di masyarakat sangat rentan untuk terjadi baik sebelum pemilu maupun sesudah pemilu. Hal ini biasanya terjadi kepada klasifikasi pemilih yang fanatik di mana masing-masing pendukung terjadi silang pendapat bahkan sampai terjadi benturan di tengah masyarakat.
Fenomena demikian mesti dilakukan antisipasi oleh para figur dalam memberikan pencerahan dan kedewasaan dalam berpolitik agar kerukunan dan kehidupan masyarakat yang heterogen tetap terjaga bahwa pemilu hanyalah sebuah sarana dan instrumen untuk memilih pemimpin.
Penulis: Ketua Cabang GMNI Kendari & Pegiat Demokrasi, Rasmin Jaya