Munir Madjid: Tambang Tidak Turunkan Angka Kemiskinan di Sultra
Sulawesi Tenggara – Calon DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Munir Madjid, menyebut industri pertambangan tidak menurunkan angka kemiskinan. Hal itu disampaikan Munir saat menjadi narasumber pada KI-sahan Podcast, Senin (29/1/2024) lalu.
“Berdasarkan hasil penelitian keberadaan tambang tidak menurunkan angka kemiskinan. Tidak berbanding luruh akhirnya,” katanya.
Hal yang sama terjadi di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dan Bombana, daerah pemilihan Munir. Dua kabupaten itu merupakan daerah pertambangan. Namun kemiskinan di Konsel berada di angka 11,26 persen pada tahun 2023. Sementara Bombana 10,73 di tahun yang sama.
“Konsel saja hampir 12 persen. Bombana 10 persen kemiskinannya. Jadi cukup tinggi,” ujarnya.
Menurut Munir, kemiskinan di daerah pertambangan karena tidak adanya pemberdayaan masyarakat lokal. Bahkan industri pertambangan justru menggusur mata pencaharian mereka yang mayoritas petani dan nelayan. Seharusnya perusahaan-perusahaan tambang memanfaatkan produksi petani dan nelayan lokal untuk memasok kebutuhannya. Bukan malah menerima suplai dari luar daerah.
“Bahan makanan untuk menyuplai kebutuhan di tambang menurut informasi yang kami terima 70 persen justru dari luar Sultra,” ungkapnya.
Itu menyebabkan kemiskinan terus-menerus di daerah pertambangan. Tidak ada pemberdayaan masyarakat lokal. Ditambah regulasi pemerintah yang tidak berpihak pada petani dan nelayan. Belum lagi syarat-syarat yang harus dipenuhi petani dan nelayan jika menyuplai hasil produksinya ke perusahaan tambang.
“Jadi ada beberapa syarat yang dibuat teman-teman di industri pertambangan, salah satunya keberlanjutan. Itu yang harus dipenuhi kita sebagai masyarakat di sini supaya tidak ditolak oleh mereka,” jelasnya.
Hal itulah yang akan menjadi fokus Munir jika terpilih menjadi anggota DPRD Sultra. Pemberdayaan masyarakat lokal serta regulasi pemerintah yang berpihak pada petani dan nelayan akan menjadi perhatian Munir.
“Kami punya program nanti, kebetulan saya juga salah satu wakil himpunan nelayan Sutra, bagaimana dengan keberadaan tambang ini justru manfaatnya untuk masyarakat,” ujarnya.
Munir memilih dapil Konsel dan Bombana karena dia percaya dua daerah itu punya potensi pertanian dan perikanan, di luar sektor pertambangan. Dia juga yakin keberpihakan melalui regulasi pemerintah akan mengatasi ketimpangan antara sektor-sektor tersebut.
“Itu pengalaman yang saya alami karena saya memasukkan juga barang ke sana. Bagaimana pemerintah ini bisa memotong itu sehingga yang harganya Rp5 ribu jadi Rp10 ribu misalnya,” pungkasnya.
Profil Munir Madjid
Munir Madjid merupakan ayah dari tiga orang anak. Istrinya bernama Waode Nurfita. Dia bersama keluarganya saat ini tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Jadi istri saya Waode Nurfita juga alumni SMAN 1 Kendari. Dia alumni SMPN 1 Kendari. Dia angkatan 1995. Kebetulan dia sekarang general manager salah satu klinik di Makassar,” katanya.
Tiga anaknya masih menempuh pendidikan pada tingkatan berbeda-beda. Anak pertamanya kuliah di Jurusan Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB). Anak keduanya menempuh pendidikan di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim). Sementara anak bungsunya masih duduk di bangku sekolah dasar kelas enam di Makassar.
“Satu sudah kuliah di IPB Kedokteran Hewan. Satu lagi mondok di pesantren, MQ Tebuireng. Paling kecil itu masih kelas 6 SD di Makassar,” jelasnya.
Munir sendiri tumbuh dan besar di Kendari. Sekolah dasar sampai menengah pun di Kendari. Mulai dari SDN 1 Kendari, SMPN 2 Kendari, dan SMAN 1 Kendari.
“Besarnya memang di Kendari. Dari SDN 1 Kendari, kemudian lanjut SMPN 2 Kendari, dan terakhir di SMAN 1 Kendari,” ujarnya.
Dari Kendari, Munir ke Jawa Barat (Jabar) untuk kuliah melalui jalur USMI IPB. Jurusannya Teknik Pertanian. Sejak kuliah dia telah bekerja sebagai guru fisika di salah satu sekolah menengah atas di Kabupaten Bogor, Jabar.
“Saya kebetulan sukanya fisika. Jadi mengajar fisika untuk SMA kelas satu. Jadi memanfaatkan waktu. Dikontrak ceritanya sama sekolah di sana. Jadi waktu itu saat kuliah sudah mengajar. Cari tambahan uang kuliah,” ungkapnya.
Selain guru, dia pernah menjadi staf tenaga ahli pada program padat karya yang digagas pemerintahan orde baru. Dia menjadi staf ahli selama setahun.
“Kebetulan ada namanya padat karya. Jadi kebetulan negara saat itu lagi guncang, jadi banyak sistem padat karya. Jadi saya diminta jadi staf tenaga ahli pada saat itu. Di situ satu tahun,” katanya.
Semasa kuliah pun Munir aktif berorganisasi. Baik internal maupun eksternal kampus. Berorganisasi ilmu baginya. Dia juga mengajak mahasiswa tidak hanya kuliah, tapi memanfaatkan waktu berorganisasi. Manfaat organisasi sangat dirasakan Munir setelah memasuki dunia kerja.
“Jadi saran saya buat teman-teman mahasiswa ada baiknya memanfaatkan waktunya mengikuti kegiatan himpunan profesi atau ekstrakurikuler di kampusnya masing-masing. Itu manfaatnya luar biasa ketika memasuki dunia kerja,” sarannya.
Selesai di Bogor, dia memulai karier barunya di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Di Makassar, Munir bekerja di sebuah perusahaan farmasi selama 13 tahun. Sempat melanglang buana di beberapa perusahaan, dia akhirnya kembali ke Sultra.
“Saya sempat di Garuda Food. Sempat jadi regional manager untuk minumannya di wilayah Sulawesi 1. Terdampar kembali ke Sultra itu pada awalnya karena Covid-19 sebenarnya,” ujarnya.
Kembali ke Sultra, dia menjadi salah satu direktur perusahaan tambang di Kolaka. Dari Kolaka, Munir ke Kendari dan menjadi direktur utama perusahaan daerah. Dia merasa tertantang menjadi bagian dari perusahaan daerah Kota Kendari. Lewat perusahaan daerah, Munir memberikan pikiran, waktu, dan tenaga untuk pembangunan Kota Kendari di sektor perekonomian.
“Ini tantangan luar biasa saya kira. Bagaimana kita bisa memberikan pikiran, waktu, dan tenaga untuk pembangunan Kota Kendari, khususnya bidang perekonomian,” ungkapnya.
Karier Politik Munir Madjid
Munir Madjid mengaku orang baru di dunia perpolitikan Sultra. Dia baru aktif berpolitik setelah bergabung dengan PKS. Niatnya muncul setelah melihat realitas bahwa seluruh aspek kehidupan dipengaruhi kebijakan politik. Baik ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan hukum.
“Niatan awalnya sebenarnya karena melihat bahwa segala aktivitas kehidupan kita sangat dipengaruhi politik itu sendiri. Baik itu dunia bisnis, pendidikan, tinggal arahnya mau ke mana,” katanya.
Di PKS, ia baru bergabung pada 2023. Munir memilih PKS karena memiliki sistem kaderisasi yang jelas. Dia menilai PKS menawarkan program berbasis pada kebutuhan masyarakat.
“Dari sekian banyak partai memang PKS mempunyai sistem kaderisasi. PKS juga menawarkan program ril yang dibutuhkan masyarakat. Contoh untuk saat ini ada tiga memang, pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja. Ini yang menjadi fokus PKS dan sejalan dengan kebutuhan yang didambakan masyarakat,” jelasnya.
Pemilu 2024 merupakan kontestasi politik pertama Munir. Baginya, itu tantangan baru. Dia ingin membuktikan bisa berbuat lebih banyak untuk Sultra.
“Inilah kesempatan saya membuktikan bahwa ketika kembali dari kampung orang pun bisa berbuat lebih banyak. Saya kira jaringan yang saya miliki bisa membantu saya memberikan kontribusi untuk Sultra,” katanya.
Konsel dan Bombana adalah daerah pemilihannya. Lewat jalur politik, dia berharap bisa berbuat lebih untuk dua daerah itu. Jika terpilih, pemberdayaan masyarakat lokal serta regulasi yang berpihak pada petani dan nelayan adalah janji yang akan ditagih padanya.
“Dapil saya Konawe Selatan dan Bombana. Saya nomor urut 6, mungkin karena pemain baru. Pada prinsipnya, kalau di bisnis kita terbatas. Tapi kalau di dunia politik jauh lebih luas yang bisa kita perbuat,” pungkasnya.
Penulis: La Ode Risman Hermawan