Nobar Film Dokumenter Jeruji Nikel di Kendari, Dukungan Morel untuk 2 Warga Torobulu
Kendari – Koalisi Masyarakat Sipil Sulawesi Tenggara (Sultra) dari kelompok jurnalis, penggiat lingkungan, pengacara, dan mahasiswa menyelenggarakan nonton bareng (nobar) film dokumenter berjudul “Jeruji Nikel: Perjuangan Warga Torobulu di Tanah Nikel” pada Minggu (29/9/2024) malam, sekira pukul 20.00 Wita.
Nobar tersebut merupakan bentuk dukungan morel atas kasus yang menimpa dua warga Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Haslilim dan Andi Firmansyah. Keduanya merupakan korban kriminalisasi yang memperjuangkan lingkungan sehat di desanya sendiri.
Nobar juga dirangkaikan dengan diskusi interaktif. Pemateri dalam diskusi tersebut ialah Direktur Eksekusi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, Andi Rahman; Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari sekaligus Kuasa Hukum Haslilim dan Andi Firmansyah, Sadam Husain; dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Nursaddah.
Direktur Eksekusi Walhi Sultra, Andi Rahman, mengatakan film dokumenter tersebut merupakan alat konsolidasi untuk memberikan dukungan morel kepada Haslilim dan Andi Firmansyah. Keduanya saat ini berstatus terdakwa dan putusan perkaranya akan dibacakan hakim di Pengadilan Negeri Andoolo pada Selasa, 1 Oktober 2024.
“Film ini menjadi salah satu alat konsolidasi kami. Tentunya, kasus seperti ini tidak hanya terjadi di Torobulu, tetapi banyak di daerah lain. Maka dari itu, kami meminta dukungan teman-teman untuk mereka yang sedang berjuang mempertahankan lingkungannya,” kata Andi saat menyampaikan materi usai nobar di sekitar Bundaran Gubernur Sultra, Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari.
Menurut Andi, masyarakat sipil seperti Haslilim dan Andi Firmansyah seharusnya memiliki hak imunitas atau tidak dituntut secara pidana maupun perdata seperti yang tertuang dalam Pasal 66 Undangan-Undangan Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dia pun mengaku miris dengan proses peradilan Haslilim dan Andi Firmansyah yang justru terancam pidana.
“Hal yang membuat kita miris adalah pemilik perusahaan tambang nikel tidak lahir dan besar di situ. Sementara pejuang lingkungan yang besar dan lahir di tempat itu malah dikriminalisasi,” ujarnya.
Direktur LBH Kendari, Sadam Husain, menyebut Haslilim dan Andi Firmansyah dituntut Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Bunyi pasal tersebut adalah setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan kurungan paling lama satu tahun atau denda Rp100 juta.
“Ibu Haslilim dan Bapak Andi Firmansyah dituntut dengan Pasal 163 Undang-Undang Minerba yang terbaru. Tetapi kami berharap adanya putusan onslag,” kata Sadam.
Putusan onslag yang dimaksud Sadam adalah ketika terdakwa terbukti bersalah, tetapi menurut hukum perbuatannya bukan merupakan tindak pidana. Namun jika hakim memutuskan bersalah, putusan tersebut akan menjadi sumber hukum atau yurisprudensi. Sumber hukum yurisprudensi adalah pedoman hakim lain dalam menyelesaikan perkara yang sama.
“Ketika putusan Ibu Haslilim dan Bapak Andi Firmansyah bersalah, dia akan menjadi sumber hukum,” jelasnya.
Ketua AJI Kendari, Nursaddah, menganggap kasus yang menimpa Haslilim dan Andi Firmansyah adalah masalah serius. Sebagai seorang perempuan, Nursaddah turut membayangkan kondisi anak-anak Haslilim yang masih kecil jika ibunya benar-benar diputuskan bersalah dan dipenjarakan.
“Bagaimana jika ibu ini sampai dipenjara? Anaknya masih kecil. Bahkan sekarang informasinya sudah berhenti sekolah,” ungkap Nursaddah.
Sebagai dukungan morel terhadap kedua terdakwa, Nursaddah meminta para jurnalis di Sultra ikut mengawal putusan hakim Pengadilan Negeri Andoolo pada Selasa (1/10/2024) pekan depan. Dia juga berharap hakim dapat memutus bebas keduanya demi hukum.
“Kami berusaha hadir untuk terus mengawal kasus ini. Kita terus mengawal sampai benar-benar tuntas. Dua terdakwa adalah pejuang lingkungan yang tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata,” pungkasnya.
Setelah penyampaian materi, diskusi dilanjutkan sesi tanya jawab dari peserta dan ditanggapi ketiga narasumber. Di akhir acara, peserta dan pemateri menyampaikan pertanyaan sekaligus dukungan morel kepada kedua warga Desa Torobulu, Haslilim dan Andi Firmansyah.