Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Terkini

Yuk Nikmati Gurihnya Tuli-tuli, Camilan Unik dan Khas dari Tanah Buton

Yuk Nikmati Gurihnya Tuli-tuli, Camilan Unik dan Khas dari Tanah Buton
Seorang pengunjung memperlihatkan bentuk camilan khas dari Buton, Tuli-tuli yang berbentuk angka delapan. Foto: Kendariinfo. (31/12/2022).

Baubau – Wilayah Kepulauan Buton, khususnya Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) tidak hanya dikenal memiliki atraksi dan tempat-tempat tujuan favorit seperti objek wisata alam hingga budaya. Daerah ini sebenarnya juga dikenal memiliki beberapa kuliner-kuliner hingga camilan unik yang bisa dijumpai di mana-mana.

Memang, tak lengkap rasanya berwisata ke sebuah daerah jika tidak menikmati sajian kulinernya. Pokoknya, sahabat Kendariinfo wajib mencicipi salah satu kuliner atau camilan khas jika sedang berada di kota ini, yakni Tuli-tuli.

Mungkin, saat terlintas di telinga namanya membuat Anda sedikit terkejut. Sebutan nama ini sebenarnya identik dengan gangguan pendengaran yang dialami oleh seseorang. Namun tidak perlu khawatir, Tuli-tuli yang satu ini jauh dari persoalan tadi. Tuli-tuli kali ini merupakan nama sebuah camilan khas yang banyak tersebar di Buton dan sekitarnya.

Camilan khas dari Buton, Tuli-tuli sesaat setelah digoreng menggunakan minyak panas.
Camilan khas dari Buton, Tuli-tuli sesaat setelah digoreng menggunakan minyak panas. Foto: Kendariinfo. (31/12/2022).

Tuli-tuli adalah camilan khas yang terbuat dari olahan ubi kayu atau singkong. Camilan ini memiliki rasa yang gurih dan tidak asam. Camilan ini berbentuk angka delapan berwarna sedikit kekuningan usai digoreng. Ukurannya cukup besar sehingga membutuhkan beberapa kali gigitan agar bisa dihabiskan. Untuk mendapatkan rasa yang lengkap, camilan ini sangat enak disantap menggunakan sambal ulekan sebagai pelengkap rasa.

Untuk membuat camilan ini memang dibutuhkan tenaga yang ekstra telaten. Mula-mula, ubi kayu yang telah dipanen di kebun atau dibeli di pasar dibersihkan terlebih dahulu, kemudian kulitnya dikupas dan dicuci menggunakan air bersih. Setelah itu, sedikit dikeringkan lalu diparut hingga halus. Hasil parutan lebih dulu dikeringkan di bawah sinar matahari. Hal tersebut untuk menghilangkan kandungan air yang bisa saja membuat rasanya menjadi asam.

“Kalau habis diparut pakai mesin atau tangan harus dijemur di matahari dulu. Kalau cuacanya panas paling sehari saja, kalau kurang panas mungkin bisa dua hari. Yang penting airnya agak berkurang,” kata seorang pedagang Tuli-tuli di Baubau, Mulisa kepada Kendariinfo, Sabtu (31/12/2022).

Baca Juga:  Kejati Sultra Bakal Jemput Paksa Pj. Bupati Bombana Jika Mangkir dari Panggilan Penyidik

Selain menjemurnya di bawah terik matahari, ubi kayu tadi bisa dikeringkan dengan cara diperas menggunakan kain bersih agar airnya mengering. Ubi kayu yang halus dan sudah mengering tadi kemudian dibuat menjadi adonan menggunakan tangan. Terlebih dulu, ubi kayu akan dicampurkan dengan ulekan bawang merah dan garam. Karena rasa ubi kayu memang cukup hambar, garam dan bawang merah sebagai penyedap rasanya.

Adonan yang telah dicampur tadi kemudian dibuat dengan tekstur memanjang lalu dibuat seperti angka delapan. Sebenarnya tidak harus model angka, namun selama ini masyarakat mengenal camilan Tuli-tuli berbentuk angka. Pedagang pun tetap mempertahankan model dengan angka delapan.

“Kalau sudah tercampur semua adonan yang tadi kita buat, lalu kita ambil pakai tangan dan model seperti angka delapan. Adonannya jangan terlalu besar-besar agar ketika digoreng tidak begitu lama di dalam minyak,” bebernya.

Setelah membuat adonan menjadi angka delapan, baiknya Tuli-tuli yang masih mentah tidak langsung digoreng. Karena Tuli-tuli dikenal dengan teksturnya gurih, maka biasanya pedagang tidak pernah menggorengnya langsung dalam jumlah banyak. Mereka hanya menggoreng ketika ada pembeli yang memesan camilan tersebut.

Menurut Mulisa cara tersebut sangat efektif untuk menjaga agar Tuli-tuli disantap saat sedang panas. Karena Tuli-tuli dalam kondisi dingin maka kerenyahannya akan berkurang. Bahkan akan lebih terasa alot saat dimakan ketimbang Tuli-tuli yang panas.

“Kan goreng Tuli-tuli ini tidak lama malah saya biasanya kalau goreng nanti kalau ada orang yang pesan. Jadi saya goreng sesuai jumlah orang pesan, biar kalau dimakan masih panas-panas itu enak,” ungkapnya.

Mulisa mengaku menjajakan camilan Tuli-tuli sudah lumayan lama. Saat ini, Mulisa menjajakan camilan khas tersebut untuk pengunjung yang datang menikmati suasana Keraton Kesultanan Buton. Ia membuka lapaknya saat hari menjelang sore. Di tempatnya berjualan itu memang terkenal menjadi spot favorit wisatawan maupun warga Baubau yang ingin menikmati Tebing Keraton.

Baca Juga:  Pekerja Lokal Tewas Terlindas Dump Truk di Kawasan Industri Morosi

Camilan Tuli-tuli sebenarnya banyak tersebar di Kota Baubau seperti di Pantai Kamali, kawasan Kotamara, hingga di pinggir-pinggir jalan banyak yang menjual makanan satu ini. Sehingga Anda tidak perlu khawatir mencari keberadaannya.

“Kalau saya menjual di sini sudah lumayan lama, sejak banyak orang-orang yang datang ke sini (Tebing Keraton). Kalau Tuli-tuli banyak tersebar di Baubau, ada di Kotamara, Pantai Kamali, pokoknya banyak yang jualan ini,” ungkapnya.

Camilan ini terbilang sangat terjangkau dan ramah di kantong. Anda bisa merasakan sensasi menikmati Tuli-tuli menggunakan sambal cocol hanya Rp5.000 per 4 biji. Di beberapa tempat juga bisa ditemui dengan harga Rp1.000 per bijinya.

Novia, seorang penikmat Tuli-tuli mengungkapkan camilan ini sangat tepat dinikmati saat santai. Tidak hanya menggunakan sambal, camilan satu ini juga sangat cocok dinikmati dengan segelas teh hangat. 

“Kalau mau makan Tuli-tuli itu harus pakai sambal biar terasa enaknya. Jangan lupa juga lebih nikmat lagi kalau ada teh panasnya. Pokoknya Tuli-tuli panas, sambal dan teh panas paket lengkap,” ungkapnya, Sabtu (31/12/2022).

Selain mudah ditemukan dan harganya yang murah meriah, Novia mengatakan Tuli-tuli juga bisa membuat perut menjadi kenyang. Karena bahan dasar dari camilan unik dan khas ini yakni ubi kayu memiliki kandungan karbohidrat. Jadi, tidak perlu ragu karena ubi kayu memiliki sejumlah manfaat baik bagi kesehatan tubuh.

Jadi, jangan lupa ketika mengunjungi Kota Baubau ataupun wilayah Kepulauan Buton, Anda perlu mencari dan menikmati sensasi memakan camilan Tuli-tuli. Dijamin bakal rindu untuk kembali lagi.

Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten