4 Film Pendek Ditayangkan dalam Festival Film dan Foto Wakatobi 2022

Wakatobi – Sebanyak empat film pendek dan satu web series ditayangkan pada hari kedua Festival Film dan Foto Wakatobi, Selasa (15/11/2022). Film pertama yang ditayangkan yakni Santiago Oputa Yi Koo yang merupakan pemenang dalam lomba kegiatan Tapak Tilas Oputa Yi Koo di HUT ke-58 Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kedua, film Mustari Mencari Aksara yang disutradarai sineas asal Kabupaten Wakatobi, Muis Bojest yang meraih juara dua pada Festival Film Edukasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Film ketiga yaitu Kurang Piknik karya rumah produksi Studio Kurang Piknik asal Kota Baubau, Sultra. Keempat, Adaption karya sineas asal Kota Makassar bernama Andreuw Parinussa.
Selain keempat film pendek itu, satu episode web series berjudul Sekdes Kehilangan Kambing, produksi Saritando Official yakni kanal YouTube konten kreator asal Kabupaten Konawe juga diputar dalam Festival Film dan Foto Wakatobi.
Sutradara film pendek Santiago Oputa Yi Koo, Alan kepada awak media sedikit bercerita tentang awal mula dirinya menggarap film bertemakan petualangan ini.
Alan bercerita, film Santiago Oputa Yi Koo lahir dari adanya keresahan terhadap masyarakat di daerah yang menutup sejarah yang seharusnya dibuka.
“Yang saya angkat di film ini adalah perjuangan sejarawannya. Bagaimana sejarawan berjuang untuk menjadikan Oputa Yi Koo ini sebagai seorang pahlawan,” ujar Alan.
Santiago Oputa Yi Koo adalah film pendek berdurasi 25 menit yang menceritakan tentang seorang sejarawan bernama La Jon yang melakukan riset terhadap Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau yang biasa disebut Oputa Yi Koo. Namun hal tersebut ditutupi oleh warga karena merupakan rahasia bagi orang Buton.
La Jon pun berusaha mendapatkan informasi tersebut dengan melalui berbagai rintangan yang mengantarkannya hingga ke dalam hutan di Gunung Siontapina.
Sementara itu, sutradara film Mustari Mencari Aksara, Muis Bojest menuturkan, film pendek berdurasi 25 menit itu menceritakan tentang buta aksara di Suku Bajo, Kabupaten Wakatobi.
“Saat itu tujuan saya ingin mengedukasi khususnya Suku Bajo, bahwa pendidikan itu penting untuk zaman seperti sekarang ini,” tutur Bojest.
Pria yang akrab disapa Bojest itu berharap, acara serupa dapat terus diadakan, tidak terputus hanya sampai pada festival film tahun ini.
“Sineas-sineas Wakatobi itu otodidak semua, tidak ada yang jebolan dari akademisi film. Jadi harapan kita di festival ini jangan sampai di sini. Apalagi Wakatobi sudah ditetapkan sebagai kota kreatif bidang subsektor film animasi dan video, ya harapan kami kegiatan ini intens,” harap Bojest.
Diikuti 40 Peserta dari Berbagai Komunitas, Festival Film dan Foto Wakatobi 2022 Resmi Dibuka



