Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Terkini

Sengkarut Penempatan PPPK Sultra, Guru Jayani ke SMAN 1 Routa Justru Bebani Negara

Sengkarut Penempatan PPPK Sultra, Guru Jayani ke SMAN 1 Routa Justru Bebani Negara
Guru SMAN 1 Routa, Muhamad Jayani Aliyah (55), menerima surat keputusan (SK) pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau P3K. Foto: Istimewa. (25/6/2024).

Kendari – Muhamad Jayani Aliyah (55) merupakan guru honorer asal Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang lolos pada seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau P3K. Guru Jayani pun terpaksa akan melaksanakan tugas di SMAN 1 Routa usai menerima surat keputusan (SK) pengangkatan pada 25 Juni 2024 lalu.

Namun menurut Jayani, penempatannya di SMAN 1 Routa tidak berbasis data, diskriminatif, dan justru membebani negara. Meski begitu, Jayani mengaku akan tetap menjalankan tugas dan berangkat ke tempat kerjanya yang baru di SMAN 1 Routa. Tetapi, Jayani akan tetap bersuara untuk mendapatkan keadilan. Bukan hanya dirinya, juga untuk rekan-rekannya yang senasib dengannya.

“Sebagai abdi negara saya tetap berangkat ke sana dengan berbagai permasalahan, bukan berarti saya diam. Tetap saya mencari keadilan untuk itu,” kata Jayani kepada Kendariinfo, Rabu (10/7/2024) lalu.

Di usianya mendekati pensiun, dia sebenarnya tidak akan lagi produktif ditempatkan di lokasi yang jauh. Hal itulah yang justru membebani negara. Dia menyebut, pengangkatannya sebagai ASN P3K, untuk membantu negara, bukan justru membebani negara.

“Saya diangkat P3K untuk membantu negara, bukan membebani negara. Kalau saya kerja di sana, saya membebani negara. Negara membayar saya, sementara saya tidak produktif,” kata Jayani kepada Kendariinfo, Rabu (10/7/2024) lalu.

Selain usianya yang kian senja, pulang untuk mengurus anak-anak serta istrinya di Kota Kendari merupakan kewajibannya sebagai kepala keluarga. Sebab di tempat tugas barunya tidak ada fasilitas untuk anak-anak dan istrinya. Minimal tidak setara dengan fasilitas yang ia miliki di Kota Kendari.

Baca Juga:  Tabrakan, 2 Pelajar di Konawe Utara Tewas di Tempat

“Kalau saya melaksanakan tugas di sana, pemerintah wajib memberi izin kepada saya manakala saya ingin pulang untuk mengurus anak-anak saya di Kota Kendari. Itu kewajiban saya kepada keluarga. Itu perintah agama yang saya anut. Sebab pemerintah tidak menyediakan fasilitas untuk anak dan istri saya di sana,” ujarnya.

Jayani sendiri adalah ASN P3K yang lolos pada 2023 tanpa tes karena masuk kategori prioritas pertama atau P1. Di mana tahun 2021 dia mengikuti seleksi terbuka dan lulus nilai ambang batas (passing grade), tetapi harus masuk daftar tunggu karena kuota belum terakomodir.

“Saya awalnya seleksi terbuka pada tahun 2021. Saya lulus nilai passing grade, tetapi melebihi kuota. Jadi saya masuk daftar tunggu. Nanti di 2023 saya masuk di kategori P1 atau prioritas pertama. Di mana tinggal daftar, tidak tes lagi, langsung dinyatakan lulus, dan sekarang penempatannya,” jelas Jayani.

Tetapi penempatan Jayani ke SMAN 1 Routa dinilai tidak berbasis data dan diskriminatif. Jayani ialah seorang guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dengan basis pendidikan ekonomi. Dalam membelajarkan peserta didik pun harus mengintegrasikan prakarya dan kewirausahaan dengan mata pelajaran peminatan lainnya pada mata pelajaran peminatan jurusan ilmu pengetahuan sosial (IPS).

Baca Juga:  Pejabat BPSDM Sultra Dipolisikan Usai Diduga Aniaya ASN

Sementara sekolah yang menjadi lokasi penempatannya, SMAN 1 Routa, tidak memiliki jurusan IPS atau hanya terdapat jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA) dengan mata pelajaran peminatan yang terdiri dari kimia, fisika, dan biologi.

“Sekolah di sana tidak membutuhkan saya. Sekolah di sana tidak memiliki jurusan IPS dan saya ini guru prakarya dengan basis ekonomi. Makanya saya bilang, penempatan ini tidak berbasis data,” ungkapnya.

Di samping itu, lokasi penempatan Jayani merupakan daerah yang jauh dan sulit dijangkau. Kecamatan Routa merupakan ujung utara Sultra yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).

“Daerah sesulit Routa itu memang harus ditempati oleh tenaga dari program khusus,” ujarnya.

Hal itulah yang dirasa diskriminatif oleh Jayani. Dia pun mendapatkan fasilitas serta manfaat sama dari negara dengan ASN P3K lain, padahal tugas dan beban kerjanya tentu berbeda.

“Saya adalah warga negara yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Tapi jangan perlakukan saya berbeda dengan mereka yang seharusnya setara dengan saya,” pungkasnya.

Guru Usia 55 Tahun Ditugaskan di Ujung Sultra, Penempatan ASN PPPK Tak Berbasis Data dan Diskriminatif

Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten