Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Terkini

Tanggapan MUI Sultra soal Peraturan Kesehatan Reproduksi, Termasuk Penyediaan Kondom

Tanggapan MUI Sultra soal Peraturan Kesehatan Reproduksi, Termasuk Penyediaan Kondom
Ilustrasi Kondom. Foto: Pixabay.

Kendari – Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Abdul Gaffar, ikut menanggapi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

PP 28 Nomor 2024 turut mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Aturan itu diteken Presiden Jokowi pada Jumat, 26 Juli 2024 lalu.

Dalam PP 28 Nomor 2024 tersebut, aturan soal penyediaan alat kontrasepsi bagi anak remaja tertuang pada Pasal 103 ayat (1) yang berbunyi, “Upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.”

Pada Pasal 2, “Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi setidaknya berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi; menjaga kesehatan alat reproduksi; perilaku seksual berisiko dan akibatnya; keluarga berencana (KB); melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak.”

Sementara Pasal 103 ayat 3 berbunyi “Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (kesehatan sistem reproduksi) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di satuan pendidikan serta kegiatan lain di luar sekolah.”

Baca Juga:  Ditemukan Tewas Tanpa Busana, 2 Alasan Polisi Belum Ungkap Penyebab Kematian Tuna Wicara di Mubar

Menanggapi itu, Abdul Gaffar mengaku bahwa pihaknya selalu mempertimbangkan asas kemaslahatan (kebaikan) dan kemudaratan (merugikan). Ketika ada aturan, yang dilihat adalah masalahnya (sebagai pertimbangan utama dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum Islam) dan masfadah (kerusakannya).

MUI juga mempertimbangkan aturan dengan dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum Islam. Di mana dalam kasus PP nomor 28 tahun 2024, MUI Sultra melihat mafsadahnya jauh lebih besar ketimbang masalah yang ditimbulkan. Meski begitu, Gaffar tidak menampik bahwa dalam penerapan aturan akan menimbulkan multitafsir.

“Kita lihat ini prosesnya. Ketika itu dibenarkan, misalnya terkait dengan kontrasepsi, maka risikonya malah kesannya membolehkan hubungan suami istri di luar pernikahan,” katanya, Kamis (15/8/2024).

Menurut Gaffar, pemahaman berbeda dari masyarakat juga tidak boleh dikesampingkan. Harus ada penjelasan bahwa penggunaan kontrasepsi dapat menjamin masyarakat tidak terjangkit penyakit dan masalah-masalah lainnya.

“Itu kesan yang ditangkap nanti oleh masyarakat. Ini tidak boleh dikesampingkan alasan-alasan ini. Kedua, apakah dengan adanya pengadaan alat kontrasepsi itu membuat masyarakat tidak terjangkit penyakit, apakah semuanya akan mendapatkan. Kan tidak juga, tidak ada kepastian,” tambahnya.

Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten