Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Opini

Bahan Pangan yang Menggas

Tulisan dari tidak mewakili pandangan dari redaksi kendariinfo
Bahan Pangan yang Menggas
Aktivitas jual beli di Pasar Lapulu, Kota Kendari, Sultra. Foto: Hasmin Ladiga/Kendariinfo.

Kurang lebih 20 hari lagi Ramadan tiba. Tamu Allah yang mulia ini sudah seharusnya kita sambut dengan hati mesra dan penuh kegembiraan. Namun harga pangan yang merangkak naik gila-gilaan membuat masyarakat kecil dan utamanya (lagi-lagi) kaum emak–emak meratap sedih karena tak berdaya, mendapati hampir semua bahan pangan naik.

Mulai minyak goreng yang sekarang menembus Rp50 ribu – Rp70 ribu per liter. Harga gas yang diam-diam naik hingga Rp170 ribu – Rp195 ribu untuk 12 kilo, lalu harga bawang merah dari harga Rp30 ribu naik menjadi Rp45 ribu per kilo, disusul bawang putih dari harga Rp28 ribu naik menjadi Rp35 ribu per kilo.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) telah merilis harga-harga bahan pangan namun kejadian dan fakta di lapangan sungguh jauh dari rilis tersebut contohnya cabai merah keriting dalam rilis naik seharga Rp40 ribu – Rp45 ribu per kilonya. Kenyataan di lapangan harga per kilo Rp65 ribu – Rp70 ribu per kilonya. Duuhhh, kenyataan ini harus sepedis cabai merah kah?

Apa penyebabnya? Kata para pengamat penyebabnya karena permintaan naik jelang Ramadan.

Baca Juga:  Pererat Toleransi Beragama, Mahasiswa Hindu di Kendari Berbagi Takjil Buka Puasa

Bah, bagaimana itu kasian? Alasan klise. Bukannya tiap jelang Ramadan dan lebaran harga-harga memang naik gila-gilaan. Kenapa tidak ada ketersediaan stok pangan? Kalau barang tersedia berlebih dengan prediksi pasti kebutuhan masyarakat juga naik untuk konsumsi masyarakat jelang Ramadan, yah harga-harga tidak mungkin naik. Ini harga naik tidak masuk akal, menggas dan meledak di jantung utama.

Para kaum ibu yang telah bercita-cita menyiapkan penganan istimewa di bulan Ramadan harus berpikir dua kali dan sedih menghadapi kompor yang sekarat mengebul. Harusnya para pemangku kepentingan perlu melakukan antisipasi. Karena tiap tahun begitu tonji deela.

Bagaimana mengatisipasinya? Agresif dan lincahlah. Pertama agresiflah mengawasi jalur-jalur distribusi pangan. Cek dan riceklah apa yang mengganggu jalur-jalur distribusi ini, karena alasan para pedagang selalu soal distribusi. Karena panen toh, melimpah. Kedua, aiiihh lincahlah berdansa di pasar tradisional dan modern. Mainkanlah tarian pemukul rotan. Sering-seringlah kalian jalan-jalan ke pasar kasian.

Tolong itu legislatif dan eksekutif keluarlah kalian dari ruang ber-AC dan jenguklah para pedagang nakal. Lebih keren lagi, kalau ada yang bisa ditangkap di tempat, untuk memberi efek jera. Intip-intiplah gudang yang menimbun dan berilah sanksi yang tegas dan berat. Jangan turun jalan-jalan setahun sekali, lalu di blowup media, kemudian pergi lagi berkurung di ruangan. Tidak ada tindak lanjut. Janganmi’ urus itu tunda pemilu. Janganmi’ bikin proyek besar-besar. Padahal masyarakat menangis darah karena harga-harga pangan menggas. Kebutuhan dasar ini tak bisa menunggu, kecuali ko’ mau istrimu atau ibumu, mogok ke pasar dan tak masak di rumah. Meja makan kosong melompong. Hmm, Masih mau ko?

Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten