Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Crime

Dosen Hukum UHO: Kalau Hanya Polisi, Teror Busur di Kendari Tak Akan Teratasi

Dosen Hukum UHO: Kalau Hanya Polisi, Teror Busur di Kendari Tak Akan Teratasi
Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, La Ode M. Sulihin. Foto: Istimewa.

Kendari – Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Halu Oleo (UHO), La Ode M. Sulihin, menyebut ada dua cara untuk mencegah kejahatan seperti teror busur di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), yaitu upaya penal dan nonpenal. Tapi kalau hanya upaya penal dengan pendekatan pidana seperti yang dilakukan polisi, kejahatan dinilai tidak akan pernah teratasi.

Sulihin mengatakan, upaya penal hanya berfokus pada penanggulangan kejahatan dengan pidana, seperti menangkap, mengadili, sampai memenjarakan pelaku. Sementara upaya nonpenal merupakan pendekatan dengan tidak menggunakan unsur pidana dan menitikberatkan pencegahan kejahatan.

“Secara teoritis, menanggulangi kejahatan dengan upaya penal tidak akan pernah efektif dan tidak akan hilang kejahatan itu. Makanya dalam menanggulangi kejahatan harus disinergikan antara upaya penal dan nonpenal,” kata Sulihin kepada Kendariinfo saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (15/8/2022).

Menurutnya, teror busur di Kota Kendari adalah kejahatan jalanan dan merupakan realitas sosial. Olehnya itu, seluruh lapisan masyarakat mulai dari keluarga sampai pemerintah daerah punya kewajiban yang sama untuk mencegah kejahatan. Namun jika realitas sosial itu masih terus ada, artinya sinergi antara lapisan masyarakat tidak berjalan efektif.

“Pemerintah daerah, DPRD, polisi dengan babinsa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan masyarakat memiliki tugas yang sama untuk mencegah kejahatan. Jadi bukan hanya tugasnya polisi. Kalau hanya pencegahannya bersifat seremonial, tidak akan pernah hilang kejahatan itu karena tidak sampai pada faktor kondusifnya,” ujarnya.

Baca Juga:  Mahasiswi Prodi Proteksi Tanaman Jadi Wisudawan Terbaik UHO Periode Januari - April 2023

Faktor kondusif seperti dimaksud Sulihin adalah alasan paling mendasar yang melatarbelakangi kejahatan. Dia mengungkapkan, faktor kondusif hanya dapat diketahui dengan riset mendalam. Dari riset itu, pemangku kepentingan dapat mengambil kebijakan untuk meminimalisir kejahatan. Sebab, alasan setiap orang melakukan kejahatan dan cara menanggulanginya akan berbeda-beda.

“Harus kita tahu dulu faktor kondusif kejahatan. Sekarang kejahatannya adalah teror busur. Untuk menanggulangi itu, kita harus melakukan riset mendalam apa faktor yang paling kondusif orang melakukan pembusuran,” ungkapnya.

Sulihin pun memberi simulasi jika penganiayaan dengan pembusuran dilakukan oleh anak di bawah umur. Bisa jadi, faktor kondusif anak di bawah umur melakukan pembusuran karena masalah keluarga atau pengaruh pergaulan di lingkungan masyarakat. Selain itu, alasan melakukan pembusuran juga dapat terjadi karena mereka mencari kesenangan dengan menimbulkan kegelisahan pada orang lain. Mereka pun mencoba untuk meremehkan nilai-nilai sosial dalam masyarakat.

“Banyak anak-anak atau remaja mencari status sosial. Namun dalam mencapai hal tersebut tidak semua anak-anak atau remaja dapat mencapai status sosial, sehingga mereka melakukan hal-hal yang tidak berfaedah, dengki, jahat, dan lain-lain,” jelasnya.

Dari faktor kondusif itu, pemangku kepentingan dapat memberi kebijakan dengan membantu memperbaiki kualitas keluarga yang bersangkutan. Hal yang sama dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada di lingkungan pergaulan. Menurutnya, kejahatan itu dipelajari dalam proses hubungan dengan orang lain melalui proses interaksi.

Baca Juga:  Bangun Patung Oputa Yi Koo Setinggi 23 Meter, Pemprov Sultra Anggarkan Rp17 Miliar

“Tidak mudah mengetahui faktor kondusif orang melakukan kejahatan. Misal masalahnya karena faktor keluarga, atau lingkungan, atau faktor lain. Di dalam keluarga tidak pernah ditanamkan nilai agama dan etika. Kalau memang lingkungan keluarganya tidak bagus, harus ada upaya memperbaiki kualitas keluarga di masyarakat. Itu tugas tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama di lingkungan masing masing,” pungkasnya.

Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten