Guru Usia 55 Tahun Ditugaskan di Ujung Sultra, Penempatan ASN PPPK Tak Berbasis Data dan Diskriminatif
Sulawesi Tenggara – Lokasi penempatan Aparatur Sipil Negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau P3K menyisakan masalah beragam. ASN P3K yang baru saja dilantik pada akhir Juni 2024 lalu menilai surat keputusan (SK) penempatan tidak berbasis data, diskriminatif, dan tak mempertimbangkan usia guru.
Hal itu dialami Muhamad Jayani Aliyah, 55 tahun, guru honorer asal Kota Kendari yang terpaksa pindah tugas ke Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe. Dengan lantang, Jayani mengatakan pejabat pembina kepegawaian Sultra belum cukup terampil untuk memetakan pemberdayaan sumber daya manusia di bidang pendidikan.
“Saya hanya mengatakan bahwa mereka belum cukup terampil untuk memetakan pemberdayaan sumber daya manusia di bidang pendidikan,” kata Jayani kepada Kendariinfo, Rabu (10/7/2024) lalu.
Jayani ialah seorang guru mata pelajaran prakarya dengan basis pendidikan ekonomi yang merupakan bagian dari jurusan ilmu pengetahuan sosial (IPS). Sementara sekolah yang menjadi lokasi penempatannya, SMAN 1 Routa, tidak memiliki jurusan IPS atau hanya terdapat jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA).
“Sekolah di sana tidak membutuhkan saya. Sekolah di sana (SMAN 1 Routa) tidak memiliki jurusan IPS dan saya ini guru prakarya dengan basis ekonomi. Makanya saya bilang, penempatan ini tidak berbasis data,” ujarnya.
Menurut Jayani, penempatannya ke SMAN 1 Routa di usianya yang menginjak 55 tahun sudah tidak akan lagi efisien. Belum lagi Jayani harus pulang untuk mengurus anak-anak dan istrinya di Kota Kendari. Jayani menyebut hal itu justru akan membebani negara.
“Tinggal 5 tahun 4 bulan saya pensiun. Di mana saya dengan usia begini, tidak mungkin lagi saya kerja maksimal di tempat yang begitu jauh dari keluarga. Kalau bekerja di sana, saya justru membebani negara. Negara membayar saya, sementara saya tidak produktif,” ungkapnya.
Lokasi penempatan Jayani memang merupakan daerah yang jauh dan sulit dijangkau. Kecamatan Routa merupakan ujung utara Sultra yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Bahkan Kecamatan Routa yang menjadi bagian dari Kabupaten Konawe pernah masuk daftar daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019 dan keluar dalam daftar daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020 – 2024.
“Daerah sesulit Routa itu memang harus ditempati oleh tenaga dari program khusus,” ujarnya.
Hal itulah yang dirasa diskriminatif oleh Jayani. Dia bahkan mendapatkan fasilitas serta manfaat sama dari negara dengan ASN P3K lain, padahal tugas dan beban kerjanya tentu berbeda.
“Saya adalah warga negara yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Tapi jangan perlakukan saya berbeda dengan mereka yang seharusnya setara dengan saya,” tegas Jayani.
Perlakukan berbeda yang dialami Jayani adalah ASN P3K berstatus sama-sama mantan honorer guru swasta di Kota Kendari tetap ditempatkan di daerah domisilinya. Berbeda dengan Jayani yang berdomisili di Kota Kendari harus dipindahkan jauh ke Kecamatan Routa.
“Kalau alasan tidak ada tempat di Kota Kendari, ada banyak orang dari daerah lain ditempatkan di Kota Kendari. Jadi tidak ada alasan lain selain diskriminasi. Kalau tidak ada tempat, mari kita coba buka semua kebutuhan sekolah di Kota Kendari,” ujarnya.
Jayani mengaku beberapa rekannya yang senasib dengannya telah meminta peninjauan kembali terhadap SK penempatan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra, namun tidak membuahkan hasil. Mereka menerima jawaban dari Dikbud Sultra bahwa peninjauan kembali terhadap SK sudah terlambat.
“Beberapa teman sudah melakukan komunikasi dan berusaha untuk menyampaikan, tapi tidak ada solusi. Ada juga upaya dari kawan-kawan berusaha membantu saya dengan mengomunikasikan ini, tapi memang tidak ada jalan untuk ditinjau kembali. Alasannya terlambat, tapi sebenarnya kita tahu penempatan itu setelah ada SK,” bebernya.
Dengan kondisi seperti itu, Jayani mengaku akan tetap menjalankan tugas dan berangkat ke tempat kerjanya yang baru di SMAN 1 Routa. Namun Jayani akan tetap bersuara untuk mendapatkan keadilan. Bukan hanya dirinya, tapi untuk rekan-rekannya yang senasib dengannya.
“Sebagai abdi negara saya tetap berangkat ke sana dengan berbagai permasalahan, bukan berarti saya diam. Tetap saya mencari keadilan untuk itu,” pungkasnya.