Harga BBM Naik, Ini Dampaknya bagi Masyarakat Sultra Menurut Pengamat Ekonomi
Sulawesi Tenggara – Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis penugasan seperti Pertalite, Solar, hingga Pertamax mulai naik secara signifikan sejak 3 September 2022 lalu dan menimbulkan gejolak masyarakat, tak terkecuali di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pengamat ekonomi Sultra, Syamsul Anam menjelaskan ada beberapa dampak kenaikan harga BBM kepada harga jual aneka macam barang dan jasa terutama kebutuhan pokok.
“Masalahnya kenaikan aneka macam kebutuhan ini juga akan berimplikasi terhadap menurunnya kemampuan beli dari warga sehingga berpotensi menurunkan konsumsi secara agregat,” kata Syamsul kepada Kendariinfo, Kamis (8/9/2022).
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UM Kendari tersebut menambahkan bahwa implikasi lain dari kenaikan BBM adalah motif berburu renten dan spekulasi para pihak yang hendak mengambil untung lazim terjadi. Hal ini ia sebut akan membuat biaya transaksi menjadi lebih tinggi dan makin mendorong peningkatan beban hidup warga.
“Sialnya, saat ini inflasi di Sultra terutama Kota Kendari juga relatif tinggi dan jika ditambah dengan kenaikan BBM maka dapat dipastikan jika tidak ada treatment maka harga umum segera akan mengalami peningkatan,” imbuhnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia sempat mencatatkan rekor inflasi tertinggi pada Juli 2022 yaitu sebesar 4,94 persen dan Kota Kendari menjadi kota dengan inflasi tertinggi waktu itu dengan inflasi 2,27 persen.
Menurut Syamsul, warga yang akan terdampak kenaikan BBM ini adalah kelompok dengan pendapatan tidak tetap dan bekerja di sektor informal. Sementara jumlah kelompok tersebut cukup besar di Sulawesi Tenggara.
Syamsul mengingatkan pemerintah daerah harus bisa ikut memikirkan dampak tersebut dan merancang skema mitigasi inflasi di wilayahnya masing-masing.
“Salah satunya adalah memetakan kelompok barang dan jasa yang menjadi pencetus inflasi, merapikan tata niaganya, serta memberikan sanksi tegas kepada mereka yang menimbun dan menghalangi saluran distribusi, selanjutnya menjadi penting bagi pemerintah daerah untuk memiliki database mandiri kelompok rumah tangga rentan gejolak harga baik di perkotaan maupun pedesaan,” jelasnya.