IJTI Sultra Desak Aparat Tangkap Pelaku dan Aktor Intelektual di Balik Penikaman Jurnalis di Baubau
Baubau – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) mendesak agar Polres Baubau segera menangkap pelaku dan aktor yang diduga terlibat di balik penikaman jurnalis media online, Kasamea.com bernama LM Irfan Mihzan.
LM Irfan Mihzan ditikam orang tak dikenal (OTK) usai memberitakan kasus dugaan korupsi proyek bandara kargo di Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sultra. Sebelum ditikam, Irfan sempat mendapatkan intimidasi dari pejabat Dinas PU Busel. Meski begitu, IJTI Sultra belum bisa memastikan, ihwal penikaman tersebut berkaitan atau tidak dengan karya jurnalistiknya.
Ketua IJTI Sultra, Saharuddin menilai penikaman terhadap jurnalis karena pemberitaannya adalah ancaman nyata kemerdekaan pers dan penghinaan terhadap nilai demokrasi Indonesia.
Sebab, kerja-kerja jurnalistik dijamin konstitusi sebagai termaktub dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Sehingga, jurnalis tidak boleh diintimidasi, diteror, dan bahkan menjadi target kekerasan karena pemberitaan. Jika keberatan dengan pemberitaan, maka bisa menempuh mekanisme hak jawab dan atau mengadu ke Dewan Pers,” tegas Saharuddin, Senin (24/7/2023).
Untuk itu, IJTI Sultra mengecam penikaman terhadap jurnalis tersebut. IJTI Sultra juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera mencari, menangkap, dan mengadili pelaku penikaman terhadap Irfan.
Selain itu, Polres Baubau diminta agar segera mengungkap aktor intelektual di balik penikaman Irfan. Sebab, sebelum ditikam, Irfan sempat mendapatkan ancaman dan intimidasi dari seorang pejabat Dinas PU Busel berinisial D melalui pesan WhatsApp, pada 5 Juli 2023 lalu.
Pejabat tersebut meminta Irfan untuk berhati-hati, mengingat anak dan istrinya setelah dikirimi link berita soal dugaan korupsi proyek bandara kargo.
Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar menegaskan, bagi siapa pun yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana.
Ketentuan diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Ancamannya bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda Rp500 juta,” imbuhnya.
Fadli Aksar juga mengingatkan kepada seluruh jurnalis, agar selalu mematuhi kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dalam setiap pemberitaan.
“Selanjutnya, kepada siapa pun yang merasa keberatan dengan kerja-kerja jurnalistik, agar menempuh mekanisme yang diatur Dewan Pers, yakni hak jawab dan atau mengadu ke Dewan Pers,” pungkas Fadli.