Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Opini

Jihad Konstitusi Sang Surya

Tulisan dari tidak mewakili pandangan dari redaksi kendariinfo
Jihad Konstitusi Sang Surya
Muhammad Alifuddin. Foto: Istimewa.

Secara empiris, mayoritas masyarakat bangsa menaruh harapan penuh agar pemangku kekuasaan di setiap masa/orde dapat sepenuh jiwa, secara ikhlas mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi dalam ruang keindonesian. Meski demikian, dalam sejarahnya anak negeri ini kerap mengalami kejutan-kejutan politik yang berjauhan dengan ekspektasi mereka.

Di mana pemerintah dan atau presiden yang diberi amanah menakhodai negeri ini, berbelok arah dan atau bahkan “menghianati” Pancasila. Pengalaman sejarah Orde Lama dan Orde Baru kiranya cukup banyak memberi bekal pengetahuan kepada masyarakat negeri ini, betapa pemerintah yang sebelumnya menjanjikan kepada rakyat untuk membangun negeri di atas fondasi moral Pancasila, kemudian berbelok arah. Janji-janji untuk memakmurkan rakyat, jaminan persamaan di depan hukum, hingga kebebasan berpendapat plus menentukan arah pilihan politik, tinggal sebagai janji, menguap tanpa bekas.

Dalam konteks itulah, membangun wawasan politik masyarakat dengan tujuan agar mereka dapat secara mandiri menilai, memilah, memilih plus mampu mendeteksi secara dini jebakan-jebakan dan atau permainan untuk melencengkan negeri ini dari dasar konstitusinya menjadi urgen. Tujuannya agar masyarakat dan warga negeri tidak jatuh tersungkur dan atau terjerat oleh jebakan maut para politisi. Yang terkadang untuk tidak mengatakan selalu dapat secara mudah mengeksploitasi plus menkapitalisasi negeri, bangsa dan rakyat atas nama negara. Terlalu banyak contoh untuk disebutkan dalam kasus di mana para pemangku politik dan kebijakan bermain mencari keuntungan pribadi sungguh pun mengorbankan bangsa dan negaranya sendiri.

Berangkat dari realitas tersebut, maka sebagian masyarakat negeri ini memilih untuk berada di seberang jalan dalam rangka mengawasi atau check and balancing terhadap pola perilaku pemangku kebijakan. Peran ini dilakukan oleh sejumlah LSM yang memilih untuk tidak silau dengan materi demi menyelamatkan bangsa. Jasa organ norpatisan ini setidaknya dapat disimak pada bagaimana mereka memberikan masukan plus menkritisi pembentukan pemberlakuan UU yang dipandang tidak bersahabat dengan kepentingan masyarakat banyak. Pun, dengan kontrol yang mereka lakukan atas pemanfaatan lingkungan alam secara ugal-ugalan. Menemani masyarakat dari jerat jebakan hukum rimba yang terkadang masih berlaku di negari ini. Yang terakhir ini setidaknya dapat disimak pada kasus konflik pertanahan di Wadas, di mana terindikasi adanya kekerasan terhadap masyarakat namun ingin dikesankan sebagai tindakan hampa pelanggaran HAM.

Baca Juga:  Rekonsiliasi Sebelum dan Sesudah Pilkada 2024, Upaya Membangun Mubar Lebih Maju

Sungguh apa yang dilakukan oleh sejumlah elemen sosial tersebut sejatinya adalah upaya sistematis guna mengarahkan biduk negeri ini agar tetap berada pada jalur jalan lurus Pancasila dan norma konstitusi. Upaya tak berpamrih yang diinisiasi oleh sejumlah elemen sosial berdiri tegak di atas niat ikhlas untuk meluruskan kiblat bangsa dalam perspektif Muhammadiyah diistilahkan dengan jihad konstitusi. Muhammadiyah sendiri sebagai organ sosial kemasyarakatan memilih untuk tetap konsisten bergerak di ranah sosial budaya berbasis filantropi, dan atau hingga kini Muhammadiyah tidak pernah berkamuflase dalam arti berenang sambil minum air.

Sesuai dengan cita-citanya, Muhammadiyah ingin tetap sebagai sang surya yang menerangi bangsa dan atau setidaknya menyajikan seberkas sinar di ruang kedap cahaya. Sekali pun sulit dan penuh risiko namun itulah konsekuensi dari jargon amar makruf nahi mungkar. Menjadi obor di ruang gelap rimba belantara butuh “nyali” karena selain harus memandu masyarakat agar tidak terjatuh dalam jurang, juga butuh keberanian bila sekali dua kali berhadapan dengan ganasnya hewan pemangsa penguasa hutan. Muhammadiyah benar-benar ingin menjadi jembatan, sekali pun risiko menjadi jembatan menurut Haedar Nasir berkonsekuensi terinjak-terinjak, meski demikian Muhammadiyah tetap tegar dan harus kuat menjadi jembatan, karena inilah cara di mana manusia dapat memiliki investasi amal di sisi Tuhan. 

Konsisten bergerak di ranah sosial membersamai kepentingan masyarakat, sejak tahun 2010 Muhammadiyah mendengunkan jihad konstitusi, yang berorientasi untuk mengoreksi setiap produk perundang-undangan yang dipandang menabrak UUD 1945, terutama Pasal 33 tentang Kedaulatan Ekonomi. Jihad tersebut ada yang berhasil, pun ada yang gagal. Pada tahun 2012 organ ini melakukan uji materi terhadap UU Minyak dan Gas Bumi. Gugatan tersebut mengejutkan banyak pihak, karena Mahkamah Konstitusi membatalkan seluruh pasal tentang kedudukan, fungsi, dan tugas Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Mahkamah menganggap keberadaan BP Migas inkonstitusional dan karenanya harus dibubarkan. Organ ini pun mengecam dengan keras sikap pemerintah yang mendorong DPR untuk melakukan revisi terhadap UU KPK serta gelagat yang terindikasi dari sejumlah peristiwa memperlemah KPK secara perlahan. Demikianpula dengan sikap DPR dan Pemerintah yang mensahkan UU Cipta Kerja. 

Baca Juga:  Masa Depan Nikel: Bahan Baku Utama Baterai Kendaraan Listrik

Terkini Muhammadiyah kembali mengingatkan kepada seluruh elemen bangsa terhadap bahaya dari akrobat politik sejumlah partai pendukung pemerintah, pun dengan sejumlah ormas yang dengan terang-terangan melakukan dukungan bagi perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan PEMILU. Abdul Mu’ti Sekretaris PP Muhammadiyah secara resmi menyampaikan kepada para elit politik untuk bersikap arif, bijaksana, serta mementingkan masa depan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan kelompok.

Sungguh pun kesannya kerap berseberangan dengan keinginan para politisi dan pemangku kebijakan namun Muhammadiyah bukanlah oposisi. Tanggapan atau kritikan yang dilakukan atas sejumlah kebijakan tidak dimaksudkan sebagai manuver politik untuk meningkatkan elektabilitas, apalagi untuk memancing “ikan” di air keruh guna mencukupi pembiayaan organisasi. Arfandi menyebutkan Muhammadiyah benar-benar merupakan kekuatan penyeimbang dan penopang ketika negara dengan sengaja mengabaikan kewajibanya menyediakan layanan kesejahteraan pada masyarakat. Ia menyebutkan komitmen Muhammadiyah sebagai gerakan sosial dalam mendorong kesejahteraan tidak kontraproduktif dengan tujuan lahirnya negara maupun welfare state. Peran ini sama sekali berbeda dengan konsepsi yang diterapkan oleh beberapa kelompok Islamis, baik di dalam maupun di luar negeri yang berkecenderungan memanfaatkan gerakan sosial untuk menggerogoti legitimasi negara.

Sebagai bagian integral dari warga bangsa dan sebagai organ yang sejak semula keberadaannya konsisten menciptakan suasana kondusivitas sosial, Muhammadiyah terus dan secara berkelanjutan berusahan sepenuh tenaga menanamkan nilai-nilai konsistensi dalam berindonesia. Bagi Muhammadiyah, keindonesian adalah rahmat Tuhan yang niscaya dikawal, dipertahankan dan dipelihara dengan seksama. Dalam perspektif Muhammadiyah, merawat keindonesian yang genuine ekuivalen dengan konsistensi berkonstitusi, yang nilai dan normanya berakar pada Pancasila. Karena itulah gerak menolak penundaan PEMILU dan upaya politisi kotor untuk memperpanjang masa jabatan presiden, tidak sekadar mengindikasikan Muhammadiyah tolak dungu berjemaah sebagaimana kata Rocky Gerun, tetapi sekaligus sebagai wujud konsistensi Muhammadiyah dalam berjihad mengawal Pancasila dan norma konstitusi. Baruga, 4 Maret 2022.

Oleh: Muhammad Alifuddin

Penulis
Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten