Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Education

Kecam Dugaan Pelecehan Mahasiswi UHO, NA Sultra Desak Pembentukan Satgas PPKS di Perguruan Tinggi

Kecam Dugaan Pelecehan Mahasiswi UHO, NA Sultra Desak Pembentukan Satgas PPKS di Perguruan Tinggi
Ketua PW NA Sultra, Multi Sri Asnani. Foto: Istimewa.

Kendari – Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PW NA) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengecam kasus pelecehan seksual kepada salah satu mahasiswi Universitas Halu Oleo yang diduga dilakukan oleh oknum dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada 17 dan 18 Juli 2022 lalu.  

Ketua Umum PW NA Sultra, Multi Sri Asnani menyebut saat ini Sultra berada pada situasi darurat kekerasan seksual dan mendesak pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

“Kami mengecam segala bentuk kekerasan seksual kepada perempuan dan anak, apalagi dilakukan oleh orang terpelajar. PW NA Sultra mendesak kepada penyelenggara pendidikan di Sultra khususnya di pergururan tinggi agar membentuk Satgas PPKS sebagaimana diamanahkan oleh Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkup Perguruan Tinggi,” jelas Multi kepada Kendariinfo, Sabtu (23/7/2022).

Organisasi perempuan muda Muhammadiyah Sultra ini juga berpandangan bahwa jika pihak kampus menangani pelaku dan korban dengan merujuk pada Permendikbud No. 30 Taun 2021, berarti regulasi tersebut belum sepenuhnya mengatur pencegahan dan penanganan yang berpihak kepada korban.

Multi menjelaskan salah satu dampak yang paling terasa dari kasus pelecehan seksual ini adalah kondisi korban yang telah malu untuk kembali melaksanakan aktivitas perkuliahan.

Baca Juga:  Momen Kebaikan Alumni SMAN 4 Kendari Angkatan 2002 Berbagi Takjil ke Masyarakat

“Maka sudah saatnya kampus mengatur langkah-langkah progresif tentang teknis pencegahan dan mengkonkretkan upaya penanganan bagi korban,” jelasnya.

Adapun upaya penanganan kepada korban yang bisa dilakukan antara lain berupa advokasi, konseling, perlindungan, pelayanan kesehatan, hubungan sosial, layanan rohani, dan upaya pemulihan psikologi serta pemulihan kondisi sosial utamanya keberlanjutan pendidikan bagi korban.

“Berkaitan dengan upaya pemberian sanksi, kami berpandangan bahwa sanksi pidana dikembalikan kepada pihak yang berwajib, tetapi penegakan hukum di internal kampus tidak boleh sekadar berdasar objek perbuatan pelaku, tapi wajib diletakkan pada dampak perbuatan terhadap kondisi korban, sebab ruh dan prinsip utama Permendikbud No. 30 Tahun 2021 adalah kepentingan terbaik bagi korban,” pungkasnya.

Editor Kata
Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten