Kisah Keumalahayati, Laksamana Perempuan Aceh yang Ditulis Novelis Sultra
Sulawesi Tenggara – Novelis asal Sulawesi Tenggara (Sultra), Jaya Tamalaki, meluncurkan novel sejarah Laksamana Keumalahayati (1550 – 1615) berjudul ‘Inong Balee’ milik Kesultanan Aceh, beberapa waktu lalu.
Buku setebal 666 halaman dalam bentuk novel itu mengupas secara lugas dan menghibur tentang perjuangan panjang serta berliku seorang laksamana wanita pertama di dunia bernama Keumalahayati, yang kepahlawanannya, baru ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 November 2017. Padahal, perjuangannya dalam melawan penjajah di abad 16, jauh sebelum pahlawan nasional lainnya eksis.
Dalam paparannya di hadapan Ichsanuddin Noorsy, Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari, Mayjend Robi Herbawan sebagai pemilik ide cerita, Brigjend Rionardo, beberapa jenderal lainnya dari Kementerian Pertahanan, dan para undangan, Jaya mengatakan kisah Laksamana Keumalahayati sangat menarik.
Kisah serta sejarah Laksamana Keumalahayati menjadi sangat menarik, bukan hanya keberhasilannya membunuh jenderal penakluk bangsa-bangsa asal Belanda bernama Cornelis de Houtman, tetapi menampar hingga mempermalukan bangsa Eropa yang rasis dan angkuh.
Tak hanya itu, Keumalahayati juga mencetak sejarah dan prestasi gemilang, bersama sepuluh sultan secara bergantian menakhodai Kesultanan Aceh dengan segala dinamika politik, gejolak sosial, konflik di internal kerajaan, persaingan keras antara sultan, menghadapi serangan kerajaan lain, serta serbuan Portugis, Belanda, dan Inggris yang bernafsu menguasai negeri Serambi Mekkah dengan segala cara.
Putri Laksamana Mahmud Syah dan cucu dari Laksamana Muhammad Said Syah itu, sejatinya ialah penggerak awal emansipasi wanita pertama di dunia setelah istri-istri Rasulullah Saw.
Wanita tangguh serta cerdas itu pernah memegang jabatan sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia, Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat, dan menjadi Laksamana Wanita Kesultanan Aceh bersama 2000 pasukan janda bernama ‘Inong Balee,’ yang dipimpinnya.
Dia juga berhasil menghalau agresi militer dari kerajaan lain, membuyarkan gencarnya serangan secara berulang-ulang dari Portugis, Belanda, dan Inggris, sehingga membuat Kesultanan Aceh sulit ditaklukkan bangsa mana pun.
Patriotisme, jiwa pejuang yang mengalir dalam darahnya, keahlian diplomasi, handal strategi perang, kemampuan intelijen, dan ketangguhannya di medan perang, membuatnya menjadi wanita paling banyak dibicarakan dunia di zamannya.
Berkat jasanya, Sultan Iskandar Muda mampu meneruskan cita-cita perjuangannya, setelah berbagai masalah di internal kesultanan saat itu diselesaikannya sebelum berpulang. Laksamana Keumalahayati sejatinya ialah pejuang emansipasi wanita atas prestasi cemerlangnya saat kaum wanita masih berada di bawah dominasi kaum pria di semua sektor.
Tidak salah jika Ratu Elizabeth, mengirimkan pesan khusus melalui utusannya dengan sederet kalimat pujian yang berbunyi, “Saya tidak pernah tahu seberapa mampu seorang wanita mampu merubah peradaban dunia sebelum Keumalahayati melakukannya.”
“Novel Inong Balee ini juga telah dimulai proses produksinya menjadi film kolosal, secara khusus mengangkat prestasi, dan hasil karyanya, bukan personalnya. Sebab representasi atau personifikasi yang terkenal dari Inong Balee adalah Laksamana Keumalahayati,” kata Jaya ditemui di Kendari, Rabu (4/5/2024).
Menurut Jaya, kekalahan memalukan Belanda dan Portugis dalam berbagai perang melawan Laksamana Keumalahayati adalah salah satu alasan mengapa kisahnya berusaha ditenggelamkan pihak barat, sehingga gelar kepahlawanannya didahului para penerusnya.
“Harapannya dengan kehadiran novel yang Insyaaallah menjadi film ini, sejarah hingga prestasi cemerlang beliau yang telah berusaha dibenamkan bangsa yang pernah dikalahkannya selama ratusan tahun, sosok perempuan hebat yang pernah dimiliki peradaban dunia ini, mendapat apresiasi sepantas prestasinya oleh generasi muda, masyarakat Indonesia, dan dunia secara umum,” tandasnya.