Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Opini

Sengkarut Pertambangan Blok Morombo

Tulisan dari tidak mewakili pandangan dari redaksi kendariinfo
Sengkarut Pertambangan Blok Morombo
Sulkarnain. Foto: Istimewa.

Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara (Sultra) beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan yang begitu serius. Proses pelaksanaan pertambangan yang diduga melanggar (Illegal Mining) tiba-tiba mencuat ke permukaan.

Begitulah tampaknya yang dimediakan. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra mendadak jadi superhero karena menyelamatkan uang negara puluhan miliar yang nyaris raib karena masuk di saku pribadi. Ya, mungkin karena hasil tambang koordinasi, jadi tak mesti nyetor ke negara.

Namun, jika boleh penulis sedikit memberi pendapat, kejaksaan tidak boleh pilih tebang dalam kasus pertambangan yang merugikan negara. Itu akan terkesan menjadi penanganan kasus pertambangan yang hanya berdasarkan orderan.

Contoh kasus Blok Mandiodo itu melibatkan banyak pihak. Yang tidak konkrit dari kasus itu adalah kelompok penerima biaya koordinasi yang belum sama sekali tersentuh hukum.

Tapi setidaknya kejaksaan telah menjelaskan ke publik bahwa mereka adalah penegak hukum yang berani, memiliki wibawa, dan konkrit dalam melaksanakan tugasnya.

Yang ingin penulis tegaskan melalui tulisan ini bahwa mungkin masih ada kelompok lain yang diduga melakukan pelanggaran hukum di bidang pertambangan dan merugikan negara tapi lolos dari pengawasan institusi penegak hukum, misalnya di areal pertambangan Blok Morombo.

Tentu dalam pemberantasan mafia pertambangan tidak ada yang boleh diistimewakan dalam permasalahan hukum (equality before the law).

Istilah yang tidak asing untuk daerah Blok Morombo adalah IUP Otot. Istilah itu merupakan gambaran kondisi perebutan lokasi hasil ploting untuk di tambang yang berada di luar IUP.

Dari perebutan lokasi itulah sehingga sering terjadi konflik yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pengusaha kecil, masyarakat pemilik lahan, dan bahkan tak sedikit dari insiden itu melibatkan preman untuk melindungi bisnis tuannya.

Itu menjadi hal menarik untuk diungkap bahwa hasil penambangan ilegal tersebut tentunya memerlukan dokumen dari pemilik IUP yang telah memperoleh RKAB untuk di jual ke pihak lain? Pertanyaan tersebut menjadi tugas semua pihak untuk diungkap dari hulu hingga hilirnya.

Menggugat IPPKH PT UBP

Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, berdasarkan statusnya hutan dibagi menjadi dua,
yaitu hutan hak dan hutan negara.

Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Sementara hutan negara merupakan hutan yang berada di atas tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan wajib memenuhi persyaratan, yaitu dengan terlebih dahulu mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang diberikan oleh menteri (Pasal 38 UU 41 Tahun 1999).

Blok Morombo, hampir tidak ada orang atau korporasi yang mendapat sanksi karena melakukan perusakan kawasan hutan. Padahal bukaan kawasan begitu signifikan dan rata-rata berada di dalam IUP.

Baca Juga:  Kebijakan Hilirisasi Indonesia Digugat di WTO

Anehnya tim Gakkum KLHK setiap melakukan patroli (katanya) selalu tidak menemukan adanya kegiatan di dalam kawasan hutan. Namun areal kawasan terus menerus ada bukaan baru dan semakin menambah jumlah kerusakan hutan.

Menyoal IPPKH, penulis mencoba lakukan tracking di beberapa perusahaan yang berada di Blok Morombo kemudian menemukan adanya dugaan proses pengurusan IPPKH yang tidak normal.

CV. Unaaha Bakti Persada (UBP) misalnya. Dalam IUP-nya yang hanya 159 hektare dan sebagian besar masuk kawasan hutan produksi.

Pada data citra landsat 8 tahun 2018 yang penulis olah bersama tim, dari total luas IUP telah ada bukaan seluas 68 hektare yang kemudian tersisa 57 hektare vegetasi serta kurang lebih 34 badan air/laut. Data tersebut menunjukkan telah ada aktivitas dan perusakan kawasan hutan di areal IUP tersebut pada tahun 2018.

Kemudian pada tahun 2019 dengan sumber data citra yang sama menunjukkan bukaan yang semakin luas yaitu 93 hektare sedangkan vegetasi tersisa 33 hektare kemudian kurang lebih 34 hektar, tanpa ada IPPKH.

Sementara itu CV UBP mendapatkan IPPKH melalui SK.459/Menlhk-PKTL/Ren/Pla.0/2/2020 pada bulan Februari 2020 dengan luas 63.73 hektare dan nama pemegang IPPKH adalah PT Unaaha Bakti Persada.

Pada tahun 2023, sumber data yang sama menunjukkan total bukaan seluas 110 hektare dan 15 hektare vegetasi tersisa. Kemudian kurang lebih 34 hektare badan air/laut yang penulis coba presentasikan melalui peta dengan skala 1:50.000.

Dari hasil persentase data yang penulis sajikan, menunjukkan ketidaksesuaian dalam proses mekanisme penerbitan IPPKH yang mana kawasan hutan yang telah terbuka kemudian ditimpa dengan IPPKH pada tahun 2020.

Pada presentase peta di tahun 2023 menunjukkan kerusakan hutan yang berada di luar IPPKH. Izin penggunaan kawasan hutan UBP hanya 63.73 hektare dan bukaan hutan telah melebihi jumlah luasan kawasan yang telah mendapat IPPKH di dalam IUP.

Hal tersebut menggambarkan betapa buruknya proses dan mekanisme tahapan penerbitan IPPKH oleh Kementerian LHK. Kementerian LHK diduga tidak dilakukan verifikasi faktual sebelum di prosesnya pengajuan permohonan IPPKH dari perusahaan.

IPPKH mestinya menjadi prodak konkrit KLHK dalam menjamin keberlanjutan pengelolaan hutan. Namun yang terjadi kemudian IPPKH seolah hanya syarat administrasi untuk melegalkan penambangan di dalam kawasan hutan.

Kita semua berharap agar di tubuh KLHK sendiri masih ada orang-orang baik yang mau dengan setulus hati mengedepankan idealisme dan menjaga marwah penegakan hukum di bidang kehutanan dan lingkungan hidup.

RKAB Paket Jumbo untuk Kepentingan Siapa?

Rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) merupakan dokumen yang wajib disusun setiap tahun berjalan pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.

Pada 8 September 2023, pemerintah telah menetapkan aturan baru penyampaian RKAB tahunan yaitu melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023 dan untuk masa berlaku RKAB kegiatan operasi produksi dan penjualan menjadi tiga tahun.

Baca Juga:  Kapolda Sultra Diminta Tindak Tegas Personelnya yang Diduga Todongkan Pistol ke Warga di Konut

Dokumen RKAB yang disetujui sangat penting bagi pemilik izin usaha pertambangan (IUP) karena merupakan legalitas dalam aktivitas pertambangan baik untuk domestik maupun tujuan ekspor.

Sebelum jauh kita membahas soal aturan terbaru pengajuan RKAB, penulis tertarik untuk mengulas bagaimana tampak proses pengajuan RKAB di beberapa tahun belakang ini.

Bagi penulis, menarik kiranya untuk coba dilakukan studi ilmiah dari proses pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) CV Unaaha Bakti Persada (UBP). Mungkin saja bisa menjadi rekomendasi penelitian bagi mahasiswa tingkat akhir.

Melihat kondisi bukaan lahan di dalam UBP yang telah mencapai hampir dari seluruh total daratan yang berada di dalam IUP tersebut, penulis berasumsi bahwa hampir tidak ada lagi cadangan nikel yang tersedia.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa total luas IUP CV UBP hanya 159 hektare sebagaimana SK Bupati Konawe Utara Nomor 442.1 tahun 2021. Anehnya perusahaan itu mendapat persetujuan untuk kuota RKAB hingga 1.500.000 MT untuk hasil produksi dan penjualan.

Jika kita coba melihat secara faktual pada IUP tersebut yang penulis sudah sampaikan sebelumnya maka dengan kuota tersebut tidak ada cara apapun yang bisa merasionalkan bahwa UBP akan memenuhi kuota yang diberikan.

Jika kita ilustrasikan secara sederhana agar perusahaan tersebut bisa memenuhi kuota sebagaimana yang diberikan, maka mereka harus melakukan penjualan dengan rata-rata 10.000 MT/tongkang berarti dalam setahun mereka harus menghasilkan 150 tongkang. Untuk mencapai itu berarti dalam sebulan UBP wajib menjual rata-rata 12 tongkang.

Sementara luas IUP saja tidak sebanding apalagi kondisi cadangan nikel yang mungkin sudah hampir habis. Maka pertanyaan kemudian muncul, UBP mau produksi dari mana hasil tambangnya agar kuotanya bisa terpenuhi?

Mestinya pihak Kementerian ESDM terlebih dahulu melakukan verifikasi faktual untuk mengetahui keadaan IUP sebelum disetujuinya kuota RKAB setiap perusahaan, sehingga tidak terkesan ada pejabat di tubuh institusi itu yang terlibat bisnis sehingga memuluskan permintaan pengusaha sekalipun tidak dapat diterima akal budi manusia.

Sekali lagi kita berharap ada pembenahan secara struktural di tubuh ESDM untuk memastikan proses pertambangan berjalan sesuai mekanisme dan tidak merugikan banyak pihak.

Penulis menitipkan harapan besar kepada semua pihak terkhusus Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar melakukan evaluasi baik secara internal maupun pada perusahaan yang penulis telah sebutkan kemudian diberikan sanksi setegas-tegasnya sebagai upaya untuk menutup kerang kejahatan di bidang pertambangan.

Penulis: Ketua HMI Kendari 2019 – 2020 dan Wabendum PB HMI 2021 -2023, Sulkarnain

Penulis
Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten