Sidang Perkara Dugaan Penghilangan Dokumen yang Seret Kejari Kendari Ditunda

Kendari – Sidang perkara perdata dengan tergugat Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) kembali digelar, di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Selasa (25/3/2025).
Sidang kedua itu hanya dihadiri Djohar selaku penggugat, serta dua pihak tergugat Kejari Kendari dan Kejati Sultra. Sedangkan Kejagung kembali absen.
Kuasa hukum Djohar, Syaiful Kasim mengungkapkan bahwa persidangan atas perkara penghilangan dokumen berupa akta jual beli (AJB) dan kuitansi bukti pembelian tanah.
“Sidang kedua ini seharusnya melanjutkan pembacaan gugatan. Namun, karena tergugat (Kejagung RI) tidak hadir, kami belum bisa melanjutkan persidangan dengan baik,” ujar Syaiful Kasim, Rabu (26/3).
Jelasnya, sidang berikutnya kembali dijadwalkan 15 April 2025 mendatang, dengan agenda sidang yang masih sama yakni pembacaan gugatan.
“Sidang ketiga ini adalah penentuan. Apakah pihak kejaksaan hadir atau tidak, persidangan akan tetap dilanjutkan tanpa mengulang,” tambahnya.
Syaiful berharap, seluruh pihak tergugat dapat hadir dalam persidangan April mendatang untuk membahas langkah mediasi.
“Kami sangat berharap Kejari Kendari, Kejati Sultra, dan Kejagung dapat hadir untuk membahas langkah mediasi. Klien kami, Pak Djohar, sudah 19 tahun menderita. Jika ada niat baik dan tanggung jawab sebagai penegak hukum, kami berharap mereka hadir untuk bisa memulai mediasi,” harapnya.
Katanya, bila mediasi terus ditunda, proses hukum ini berpotensi berlangsung lama dan memperpanjang penderitaan kliennya.
“Jika mediasi tidak dilakukan, kasus ini bisa berlanjut hingga dua tahun, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung,” katanya.
Terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Kendari, Aguslan melalui pesan WhatsApp menyampaikan, tidak mengetahui pasti alasan ketidakhadiran Kejagung RI dua sidang yang telah dijadwalkan itu.
“Sidang memang ditunda karena Tergugat III, yaitu Kejaksaan Agung, tidak hadir. Sampai saat ini belum ada informasi terkait alasan ketidakhadiran mereka,” tegas Aguslan.
Perkara ini bermula 2006 silam, ketika Djohar menjadi korban dalam sebuah perkara pidana penyerobotan lahan yang berlokasi di Jalan Chairil Anwar, Kelurahan Wuawua, Kecamatan Wuawua, Kota Kendari. Putusan sidang PN Kendari saat itu memenangkan Djohar, dan memerintahkan Kejari Kendari melakukan pengembalian dokumen yang telah disita sebagai alat bukti, yakni AJB dan kuitansi
pembelian tanah.
Atas putusan itu Kejari Kendari mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, ditolak dan putusan MA tetap mewajibkan pengembalian dokumen kepada Djohar.
Dikatakan, setelah kasasinya ditolak, tidak ada upaya atau iktikad baik dari Kejari Kendari untuk mengembalikan dokumen tersebut. Padahal, mereka memiliki kewajiban sebagai eksekutor berdasarkan putusan yang sudah inkrah.
Selama bertahun-tahun, kasus ini makin merugikan Djohar. Tanpa dokumen asli sebagai bukti kepemilikan, sebagian tanahnya telah terjual, sementara sisanya terancam hilang.
Bahkan, Djohar mengalami intimidasi, perusakan properti, tanaman hingga kandang ayam di atas tanahnya.
Setelah berbagai upaya hukum yang menemui jalan buntu, Djohar akhirnya menggugat secara perdata pada 2020. Pengadilan, mulai dari PN Kendari hingga MA, mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan Kejari Kendari telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Walau eksekusi telah dilakukan pada 2024, dokumen yang dimaksud tetap tidak ditemukan di Kejari Kendari. Atas kondisi tersebut, Djohar kini menggugat Kejari Kendari untuk meminta ganti rugi atas kerugian yang dialaminya.
Penulis: KYT


