Anggota DPR RI Jaelani Identifikasi Masalah Pertanian di Sultra pada Masa Reses
Sulawesi Tenggara – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jaelani, mulai turun mengidentifikasi masalah pertanian kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara (Sultra). Identifikasi masalah pertanian dilakukan dalam rangkaian reses (penghentian) masa sidang 1 DPR RI.
Jaelani merupakan anggota Komisi IV DPR RI yang mitra kerjanya meliputi Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Badan Karantina Indonesia.
Selain identifikasi masalah pertanian, ia juga menyerap aspirasi pada kelompok nelayan dan masyarakat pesisir, persoalan kehutanan, hingga keterpenuhan pangan.
“Saya menggelar reses di 17 kabupaten dan kota di Sultra. Dimulai dari Kolaka Utara hingga di wilayah kepulauan. Hal ini untuk memastikan seperti apa permasalahan pertanian, perikanan, kehutanan, keterpenuhan logistik, dan pangan di Sulawesi Tenggara,” kata Jaelani, Selasa (17/12/2024).
Jaelani menjelaskan dalam rangkaian reses di wilayah daratan Sultra, dirinya banyak menemukan keluhan para petani berkaitan dengan alokasi pupuk yang belum merata, kesejahteraan petani sangat rendah, hingga rantai distribusi hasil bumi.
“Rata-rata masalah petani ini adalah soal pupuk subsidi yang langka. Distribusi pupuk harusnya berbasis data yang akurat. Hal ini mesti menjadi perhatian serius pemerintah, baik pusat hingga di daerah,” katanya.
Menurut Jaelani, kesejahteraan petani harus menjadi perhatian. Ketua DPW PKB Sultra itu menyebut rata-rata sumber pangan masyarakat Indonesia dari petani. Namun profesi petani masuk kelompok rentan dan miskin.
“Ini masalah. Harusnya tingginya kebutuhan masyarakat atas pangan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan petani kita. Namun petani kita masih kategori miskin berdasarkan sejumlah survei. Harusnya petani kita ini paling sejahtera,” ujarnya.
Rendahnya kesejahteraan petani berkelindan dengan masalah kebijakan pemerintah. Menurut dia, pemerintah harus merancang pertanian berbasis data yang akurat. Misalnya, perlunya identifikasi lahan pertanian dan jumlah petani dalam satu data nasional.
“Kalau data calon petani dan calon lahan (CP/CL) kita lengkap dan akurat, saya pikir akan memudahkan dalam pengambilan kebijakan yang berbasis data,” bebernya.
Setelah data CP/CL lengkap dan diikuti dengan kebijakan distribusi pupuk yang merata, pemerintah sudah bisa mengalkulasi potensi produksi di sektor pertanian.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus aktif turun melakukan pendampingan masyarakat berkaitan dengan potensi gagal panen petani. Terlebih, dampak perubahan iklim turut mengubah pola pertanian di Indonesia.
“Potensi gagal panen petani kita sangat tinggi, karena kondisi iklim yang tidak menentu. Ini adalah tantangan. Makanya pemerintah harus turun ke bawah untuk memberikan pendampingan dan distribusi pengetahuan ke petani kita. Misal bagaimana kualitas tanah dan pemberantasan hamanya,” ungkapnya.
Peralatan pendukung pertanian juga mesti menjadi perhatian serius pemerintah untuk menunjang produksi. Misalnya traktor tangan, pompa, dan kebutuhan alat pertanian lainnya yang bisa meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian.
Selain itu, petani mengeluhkan rantai pasokan hasil pertanian yang sangat lambat. Beberapa komoditas mengalami penurunan harga yang signifikan. Hal ini membuat petani bisa putus asa. Mereka rugi materi, waktu, dan tenaga. Khawatirnya petani memilih beralih profesi yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan.
“Kami akan mendorong agar pemerintah serius menangani masalah petani, khususnya di Sultra. Jangan sampai ada pandangan dari petani bahwa ada dan tidak adanya pemerintah sama saja. Petani tetap berjuang sendiri untuk bertahan hidup,” pungkasnya.
Editor Kata: Ratnawati (Magang)