Diskusi Fotografi Publik di Kendari: Peran, Etika, dan Perlindungan Hukum bagi Fotografer

Kendari – Minimnya pemahaman tentang hak dan batasan dalam pengambilan gambar di ruang publik menjadi perhatian penting. Kurangnya kesadaran akan etika fotografi dapat berpotensi menimbulkan pelanggaran privasi dan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Dengan memahami etika dalam memotret di ruang publik, potensi pengambilan gambar yang tidak pantas dapat diminimalkan, sehingga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap privasi tetap terjaga.
Hal itulah yang menginisiasi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Biro Sulawesi Tenggara (Sultra), dengan menggandeng Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari dan praktisi hukum menghadirkan ruang diskusi mengenai etika fotografi di ruang publik, Sabtu (15/3/2025) malam.
Diskusi yang dilaksanakan di kawasan Kali Kadia, Jalan Antero Hamra, Kelurahan Bende, Kecamatan Kadia, Kota Kendari itu bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada fotografer perihal batasan serta etika memotret di ruang publik.
“Lewat diskusi ini, kami ingin para fotografer lebih percaya diri, memahami hak-hak mereka, serta tetap menjaga etika dalam mengambil gambar,” ujar Kepala LKBN Antara Biro Sultra, Zabur Karuru.
Zabur juga menyoroti peran fotografer dalam memperkenalkan potensi suatu kota kepada masyarakat luas. Katanya, melalui hasil jepretan seorang fotografer, keindahan wisata dan kekayaan daerah dapat lebih dikenal.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Kota Kendari, LM Rajab Jinik yang turut hadir mengapresiasi inisiatif diskusi ini. Menurutnya, penting untuk membahas keseimbangan antara kebebasan berkarya di ruang publik dan perlindungan privasi masyarakat.
“Terkait aktivitas fotografer di lokasi publik seperti MTQ, perlu dipahami bahwa tempat tersebut dilindungi sebagai ruang publik,” jelas Rajab.
Anggota Komisi III DPRD Kota Kendari itu menegaskan, pemahaman masyarakat tentang perbedaan ruang publik dan ruang privat perlu ditingkatkan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat berujung pada kriminalisasi terhadap fotografer.
Sebagai tindak lanjut, DPRD Kota Kendari berencana mengusulkan peraturan daerah (perda) guna mendukung kreativitas fotografer.
Rajab menilai, fotografer merupakan bagian dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang turut mempromosikan Kota Kendari melalui karya mereka.
“Kita patut bangga, mereka telah berkontribusi dalam memperkenalkan Kota Kendari, seperti MTQ dan Kali Kadia yang dibangun pemerintah. Keberadaan mereka sangat dibutuhkan untuk mempublikasikan kota ini agar lebih dikenal luas,” tambahnya.
Senada dengan itu, Praktisi Hukum, Aqidatul Awwami menilai diskusi ini membuka wawasan fotografer mengenai aturan fotografi di ruang publik. Ia menekankan bahwa meskipun memotret di tempat umum diperbolehkan, tetap ada batasan terkait ruang privat milik individu.
Ia mengimbau, para fotografer untuk tetap menghormati objek foto mereka dengan meminta izin terlebih dahulu guna menghindari potensi konflik.
“Ke depan, regulasi dapat dibuat jika ada inisiatif dari para fotografer. Saya juga mendukung pembentukan komunitas bagi fotografer jalanan agar ada wadah diskusi dan advokasi,” tutupnya.


