Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Opini

Polemik Tambang Pasir Nambo

Tulisan dari tidak mewakili pandangan dari redaksi kendariinfo
Polemik Tambang Pasir Nambo
Mahasiswa S2 Administrasi Publik Universitas Halu Oleo (UHO), Fadhal Rahmat.

Tambang pasir di Kecamatan Nambo Kota Kendari sudah berjalan sekitar 10 tahun yang lalu dari mulai produksi kecil-kecilan yang dulunya untuk kebutuhan pribadi sampai dengan sekarang yang dapat menyuplai project daerah maupun luar daerah dalam skala yang besar.

Namun menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tenggara, ada beberapa aktivitas tersebut belum memiliki izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang seharusnya dimiliki oleh perseorangan maupun perusahaan yang melakukan kegiatan tersebut, sehingga pemerintah sempat memutuskan untuk menutup tempat pengolahan itu.

Meskipun demikian kegiatan ini banyak menyerap tenaga kerja lokal tidak sedikit dari mereka yang menggantungkan hidupnya dan keluarganya di tempat itu. Jumlah pekerja saat ini estimasi berjumlah kurang lebih menyentuh angka 400 orang warga setempat. Mereka dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan hidup keluarganya dari hasil upah yang diperoleh dari aktivitas tersebut.

Lokasi penampungan pasir galian C di Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Lokasi penampungan pasir galian C di Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Foto: La Ode Risman Hermawan. (6/11/2021).

Dapat diketahui sebagian besar masyarakat Nambo adalah masyarakat yang kurang diperhatikan dan sangat jarang mendapatkan sentuhan tangan dari pemerintah langsung terkait persoalan ekonomi.

Adanya aktivitas tersebut masyarakat sudah tidak berharap lagi bantuan pemerintah yang belum tentu akan mengarah ke daerah tersebut. Mereka merasa sangat terbantukan dengan adanya pengolahan pasir di wilayah tempat penghunian mereka. Jika tempat tersebut dihentikan atau ditutup, maka masyarakat yang bekerja akan kehilangan sumber penghasilan untuk kelangsungan hidup keluarga mereka.

Baca Juga:  3 Hari di Baubau dan Buton, Laskar KRI Dewaruci Tanam Asam hingga Kunjungi Tambang Aspal

Mereka bekerja bukanlah untuk menjadi kaya bukan pula untuk mencari harta. Mereka bekerja hanya untuk bertahan hidup agar anak-anaknya dapat bersekolah, dapur mereka tetap berasap, tungku mereka tetap menyala, suara piring mereka tetap terdengar di meja makan. Tidakkah pemerintah memikirkan semua itu!!

Masyarakat butuh pekerjaan, mereka adalah masyarakat mandiri, mereka tidak mau mengemis lagi dan meminta uluran tangan pemerintah agar mendapat perhatian. Janganlah lagi sumber mata pencaharian dihentikan. Apakah tidak ada perasaan bersalah jika pemerintah menghilangkan sumber penghidupan masyarakat!!!

Jika penghentian dan penutupan aktivitas ini terjadi apa solusi yang ditawarkan oleh pemerintah!! Yang ada rakyat jadi sengsara, meningkatnya angka kemiskinan, melonjaknya angka pengangguran dan kemungkinan terbesarnya akan terjadi berbagai kasus yang tidak kita inginkan disebabkan tekanan keadaan yang seharusnya itu menjadi pusat perhatian pemerintah. Tolonglah pemerintah sadar jika tidak bisa menolong setidaknya jangan mempersulit masyarakat.

Pemerintah seharusnya segera membantu mempermudah dan memperlancar untuk penerbitan izin administrasi pengolahan itu dengan cepat, karena pemerintah pun akan mendapatkan pemasukan pajak dari aktivitas tersebut. Presiden pun menginstruksikan untuk mendukung investasi dan mendorong ekonomi rakyat adalah salah satu prioritas negara.

Baca Juga:  Ditreskrimsus Polda Sultra Patroli Mining di Konawe Selatan

Baiknya pemerintah memberikan pendampingan terhadap pengelolaan Tambang Pasir tersebut agar mengacu pada SOP dan kaidah-kaidah pertambangan yang baik karena aktivitas ini banyak berkontribusi ke daerah dan masyarakat mulai dari ketersediaan lapangan kerja, kemajuan ekonomi serta turut terkait dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

Penulis: Mahasiswa S2 Administrasi Publik Universitas Halu Oleo (UHO), Fadhal Rahmat, S.A.B.

Penulis
Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Satu balasan terkait “Polemik Tambang Pasir Nambo”

  1. Mochamad Fery Effendi

    Saya sebagai pelaku usaha pertambangan pasir di Lumajang Jawa Timur, sangat prihatin dengan tulisan mahasisa S2 namum dangkal dalam memahami Undang -undang.
    Saya juga rakyat kecil yg bertahan hidup dari pertambangan pasir dengan mengurus IUP OP. Perrauran pemerintah dibuat untuk langkah pengendalian ,pengawasan dan kontribusi terhadap daerah dan Negara. Bisnis bisa menjadi besar jika kita mampu sejalan dengan UU Minerba dan Inovasi. Jika kita kerja ilegal tdk memiliki IUP OP gmn cara menjualnya?? Ayo bangkit bekerja Tambang legal

    Balas
Bagikan Konten