Kendariinfo

Media Milenial Sultra

URL Berhasil Disalin
Terkini

Tradisi Bangka Mbule-mbule Wakatobi, Upacara Adat Mandati Larung Sedekah Laut

Tradisi Bangka Mbule-mbule Wakatobi, Upacara Adat Mandati Larung Sedekah Laut
Para pemuda masyarakat Kadie Mandati Besar Wangiwangi saat memikul perahu adat yang akan dilarungkan dalam tradisi Bangka Mbule-mbule. Foto: Istimewa. (2022).

Wakatobi – Wakatobi selain terkenal memiliki ragam destinasi bahari yang sangat memanjakan mata, ternyata menyimpan segudang tradisi dan upacara adat yang masih dilestarikan masyarakat hingga saat ini. Seperti Tradisi Bangka Mbule-mbule. Sebuah tradisi dan budaya masyarakat setempat khususnya masyarakat Kadie Mandati, Kecamatan Wangiwangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Tradisi Bangka Mbule-mbule merupakan upacara adat yang dilakukan dengan melarung sesajen ke laut sebagai sedekah yang diarak oleh perahu-perahu nelayan Wakatobi. Pelarungan menggunakan perahu yang sudah dibuat. Di dalam perahu itu akan ada sesajen yang berisi hasil bumi jagung, umbi-umbian, beras, dan penghasilan masyarakat setempat.

Dahulu, upacara adat ini dilakukan sekali dalam setahun atau ketika datang bencana alam, gagal panen, ketidakstabilan, dan gangguan lain dengan harapan permohonan hanya kepada Allah Swt.

Para Tokoh Lembaga Adat Kadie Mandati Besar Wangiwangi tengah mempersiapkan perahu yang akan digunakan salam tradisi Bangka Mbule-mbule.
Para Tokoh Lembaga Adat Kadie Mandati Besar Wangiwangi Tengah mempersiapkan perahu yang akan digunakan salam tradisi Bangka Mbule-mbule. Foto: Istimewa.

Tradisi ini berlangsung berawal dari musyawarah para tokoh-tokoh dan lembaga adat Kadie Mandati yang bisa disebut dengan Sara. Para tokoh adat akan melihat keadaan masyarakat setempat jika ada persoalan yang mengganggu, maka upacara adat akan dilangsungkan. Namun dalam hal ini masyarakat boleh mengusulkan jika ingin melaksanakan upacara adat Bangka Mbule-mbule.

“Tokoh-tokoh adat akan rapatkan secara adat dan melihat kebutuhan masyarakat. Kalau tokoh adat belum terpikirkan, maka masyarakat boleh datang mengusulkan untuk melangsungkan upacara Bangka Mbule-mbule ini,” kata Ketua Lembaga Adat Mandati Besar (Kadie Mandati) Wakatobi, La Ode Usman Baga, BA kepada Kendariinfo, Rabu (26/10/2022).

Untuk menentukan waktu pelaksanaan maka diadakan musyawarah yang dilakukan oleh tokoh adat Kadie Mandati. Adapun hal yang diputuskan adalah waktu kegiatan dan jadwal pembuatan perahu. Perahu ini bukanlah sembarang perahu. Namun memiliki kayu khusus yang tumbuh di hutan adat dan tidak sembarang orang yang buat. Kayu khusus yang digunakan untuk membuat perahu memiliki nama kayu Kau Kalele. Kayu Kau Kalele inilah sebagai bahan utama pembuatan perahu untuk upacara adat Bangka Mbule-mbule nantinya.

Baca Juga:  Pelajar yang Coba Bunuh Diri di Tower Telekomunikasi, Ngaku Tertekan Dilarang Keluar Malam

Setelah sepakat maka tokoh adat akan menginformasikan kepada masyarakat tentang kapan waktu dari Bangka Mbule-mbule itu akan dilaksanakan. Para tokoh adat dan masyarakat bersama-sama mencari waktu yang tepat untuk mengambil langsung kayunya di hutan. Setelah ditemukan maka dari tokoh adat akan menangani prosesi penebangan pohon dan membacakan doa. Lalu, mereka akan membuat perahu itu di dalam hutan.

Persiapan tradisi Bangka Mbule-mbule.
Persiapan tradisi Bangka Mbule-mbule. Foto: Istimewa.

“Biasanya para tokoh adat yang sudah ditunjuk dari hasil musyawarah adat akan membuat perahu selama dua hari,” ungkap Usman.

Perahu yang sudah jadi dibuat lalu dibawa ke tengah kampung dan ditempatkan di sebuah lokasi adat berupa bundaran tugu yang disakralkan oleh Kadie Mandati yang bernama Oinanto’Oge. Dalam proses memindahkan dari hutan ke tengah kampung, akan dipimpin oleh tokoh adat yang telah ditunjuk. 

“Setiap prosesnya akan dipimpin oleh tokoh-tokoh adat yang sudah ditunjuk saat musyawarah adat,” ujar dia.

Perahu yang dibuat di dalam hutan itu akan ditempatkan di Oinanto’Oge, kemudian masyarakat setempat masing-masing akan membawa rezeki hasil bumi untuk disedekahkan di laut. Semua hasil bumi akan ditempatkan di dalam perahu yang hendak dilarungkan ke laut.

Saat hari pelarungan itu tiba, semua masyarakat di negeri Mandati akan diarahkan untuk berkumpul di Oinanto’Oge. Perahu akan lebih dulu dipasangkan jarangka (kayu penyeimbang) dan beberapa riasan pendukung. Para lelaki yang telah ditunjuk oleh tokoh adat akan memikul perahu dengan diiringi dengan prosesi adat pelepasan perahu untuk dilarungkan ke laut.

“Yang melarungkan itu ada tokoh adatnya, nanti akan dipimpin. Tokoh adat akan membacakan doa terutama doa tolak bala. Memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar dihindarkan dari segala marabahaya,” ujar dia.

Prosesi persiapan awal sebelum pelarungan biasa dimulai sejak pukul 15.00 WITA dan mulai melarungkan perahu berisi sedekah laut yang diberikan masyarakat setempat sekitar pukul 17.00 WITA. Setelah doa selamat dipanjatkan, para pemikul mulai mengangkat perahu dan mengelilingi tugu Oinanto’Oge lebih dulu sebelum turun ke laut.

Baca Juga:  Soal Pergantian Lurah Talia, Wali Kota Kendari: Tidak Bisa Kembali

Diiringi dengan memukul-mukulkan gendang, para tokoh adat akan memberi kabar kepada seluruh masyarakat yang hadir bahwa Bangka Mbule-mbule akan mulai dilarungkan ke laut. Setelah itu, perahu berisi hasil bumi dan sedekah masyarakat sekitar diturunkan oleh para pemikul di laut. Maka para nelayan yang menggunakan perahu dan kapal siap menyambut dan membawa perahu adat yang berisi sedekah laut. 

“Nelayan akan membawa perahu ke tengah laut dan dilarungkan,” ujarnya.

Para pemuda masyarakat Kadie Mandati Besar Wangiwangi saat memikul perahu adat yang akan dilarungkan dalam tradisi Bangka Mbule-mbule.
Para pemuda masyarakat Kadie Mandati Besar Wangiwangi saat memikul perahu adat yang akan dilarungkan dalam tradisi Bangka Mbule-mbule. Foto: Istimewa.

Ajang Promosi Wisata Wakatobi

Tradisi ini ternyata sudah dilaksanakan oleh orang-orang terdahulu. Namun Usman belum mengetahui secara persis munculnya tradisi ini. Namun rentan tahun 1992, tradisi ini sempat terhenti karena dianggap menyimpang dari ajaran agama Islam. Setelah dimusyawarahkan dengan baik, maka tradisi itu kembali dilaksanakan.

“Alhamdulillah direspons kembali sampai hari ini. Sekarang sudah dijadikan sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa di Wakatobi dalam rangka pembangunan dunia pariwisata,” ujarnya.

Bahkan, dalam prosesi ritual adat saat ini pemerintah daerah memberikan dukungan penuh eksistensi tradisi Bangka Mbule-mbule ini. Mulai dari promosi wisata hingga pembiayaan penyelenggaraan upacara adat.

“Pemerintah sudah turut serta ikut melestarikan dan menjadikan icon wisata di Wakatobi. Maka pemerintah turun tangan sejak awal sampai akhir,” tuturnya.

Usman mengungkapkan sampai saat ini tradisi Bangka Mbule-mbule menjadi upacara adat yang ditunggu-tunggu masyarakat Mandati dan Wakatobi secara keseluruhan. Bahkan, banyak wisatawan mancanegara yang sengaja datang ke Wakatobi untuk menyaksikan dan turut serta merasakan euforia tradisi ini. Dengan harapan tradisi ini bisa terus dilestarikan dan dikenal masyarakat luas.

“Kalau dulu itu ada waktu-waktu tertentu menyelenggarakan upacara adat ini, tapi saat ini sudah masuk dalam kalender tahunan pariwisata di Wakatobi,” pungkasnya.

Editor Kata
Tetap terhubung dengan kami:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan Konten